Sabtu, 17 Maret 2012

Ada BPJS, Lalu Bagaimana Nasib Jamkesda?

Browser anda tidak mendukung iFrame



(drg. Usman, dok: detikHealth)
Yogyakarta, Munculnya kebijakan baru tentunya memang akan menimbulkan pro dan kontra. Seperti munculnya Undang-Undang No. 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan hasil dari reformasi jaminan sosial.

Jaminan kesehatan di Indonesia akan dibuat lebih terstruktur dan tersentralisasi (Universal Coverage) dengan BPJS. BPJS akan berfungsi menyelenggarakan program jaminan sosial. Maka akan terjadi peralihan dari beberapa jaminan kesehatan, seperti Jamkesmas dan Askes untuk menjadi BPJS.

Jamkesmas dan Askes memang jaminan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah pusat. Sedangkan Jamkesda adalah jaminan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah daerah. Lalu bagaimana nasib Jamkesda? Apakah Jamkesda juga harus mengalami transformasi?

Melihat sejarah awal munculnya Jamkesda adalah jaminan kesehatan yang diadakan oleh pemerintah daerah oleh karena jaminan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah pusat tidak dapat mengcover seluruh penduduk miskin yang tidak mampu untuk berobat. Lingkup Jamkesda adalah kabupaten atau provinsi.

"BPJS merupakan Badan Hukum Publik yang mengatur Badan Hukum Privat, serta memiliki fungsi untuk regulasi dan pengawasan terselenggaranya jaminan kesehatan," kata Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH., dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).

"Jamkesda merupakan perwujudan dari solidaritas sosial penduduk daerah. Dengan BPJS akan dapat diwujudkan solidaritas sosial seluruh penduduk Indonesia. Dengan BPJS seluruh penduduk Indonesia akan membayar iuran kecuali fakir miskin. Serta mempunyai hak yang sama dalam jaminan kesehatan, kecuali perbedaan ketersediaan pelayanan kesehatan pada masing-masing daerah. Dengan adanya BPJS Jamkesda mungkin akan hilang dengan sendirinya karena kehilangan fungsinya. Maka, mungkin jika suatu daerah memiliki kelebihan dana yang biasa digunakan untuk Jamkesda, dana tersebut dapat dialokasikan untuk membangun infrastruktur pelayanan kesehatan," kata drg. Usman Sumantri M.Sc, selaku Ketua Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementrian Kesehatan R Idalam seminar di Gedung R. Margono Soeradji, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (FKG UGM), Sabtu (17/3/2012).

"Pemerintah pusat mengapresiasi Jamkesda karena telah menjamin 32 juta penduduk Indonesia yang tidak mampu berobat. Jamkesda telah menjamin masyarakat yang tidak mampu berobat terbanyak kedua setelah Jamkesmas. Seiring berlangsungnya masa transisi jaminan kesehatan menjadi BPJS diharapkan pelayanan kesehatan selalu berorientasi dan berfokus pada kebutuhan kesehatan masyarakat. Sehingga jangan sampai berhenti memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat karena masih dalam masa transisi," kata Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti M.Sc., PhD selaku Wakil Menteri Kesehatan.




(del/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar