Senin, 26 Maret 2012

Agar Putranya Punya Anak, Ayah Donorkan Sperma ke Menantunya

Browser anda tidak mendukung iFrame



(Foto: thinkstock)
New York City, Setelah 3 tahun mencoba memiliki anak dari sperma sendiri dan sel telur istrinya, seorang pria akhirnya menyerah karena usahanya selalu gagal. Ia pun memutuskan untuk menggunakan sperma ayahnya sendiri untuk dapat memiliki anak, yang tidak lain secara biologis anak itu adalah adiknya sendiri.

Ini adalah permintaan tidak biasa yang diajukan oleh pasangan dari Belanda. Karena sudah berulang kali gagal mencoba terapi kesuburan, pria 30 tahun yang tidak disebutkan identitasnya itu akhirnya menggunakan sperma ayahnya sendiri untuk bisa memiliki anak.

Bila terapi itu berhasil, struktur keluarga dari pasangan ini menjadi sangat membingungkan, karena anak yang akan dilahirkan secara biologis menjadi adiknya dan sang kakek menjadi ayah kandungnya.

Hal ini terungkap dari laporan kasus di jurnal Human Reproduction. Meski tidak umum, donasi sperma, sel telur atau rahim dari anggota keluarga sendiri secara teknis tidaklah ilegal dan sering terjadi.

Namun walaupun bisa menguntungkan, donasi intrafamilial membawa komplikasi tersendiri, yaitu kebingungan dengan status orangtua sang anak. Ada berbagai pandangan mengenai masalah ini, tapi kebanyakan ahli sepakat reproduksi dengan bantuan intrafamilial seharusnya tidak perlu dilarang.

"Saya tidak tahu bahwa hukum harus melarang donasi intrafamilial. Tapi pasangan yang meminta itu harus melakukan konseling yang sangat hati-hati agar tidak terperangkap gangguan psikologis," jelas Adrienne Asch, direktur Center for Ethics di Yeshiva University, New York City, seperti dilansir Dailymail, Senin (26/3/2012).

Ada berbagai alasan pasangan berpaling kepada anggota keluarga untuk membantu reproduksinya. Beberapa, seperti pasangan dari Belanda tersebut, menginginkan ada 'tali' genetik dengan anaknya kelak.

Sedangkan alasan lainnya untuk mengurangi waktu dan lain yang dibutuhkan untuk prosedur ini, menurut American Society for Reproductive Medicine (ASRM).

Namun tentu ada kekhawatiran dengan sistem donasi ini. Salah satunya kekhawatiran orang yang menyumbangkan sperma atau sel telur akan ingin bertindak sebagai orangtua kepada anaknya.

"Dalam kasus pasangan dari Belanda, 'kakek' mungkin merasa sulit untuk menolak memasukkan dirinya ke dalam keluarga," ujar Arthur Caplan, ahli bioetika dari University of Pennsylvania.


(mer/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar