Kamis, 29 Maret 2012

Kalau Ekonomi Sedang Krisis Bayi Laki-laki yang Lahir Lebih Sedikit

Browser anda tidak mendukung iFrame



(foto: Thinkstock)
Jakarta, Sebuah penelitian menganalisis perbandingan kelahiran bayi pria dengan bayi wanita selama terjadinya masa kelaparan di Cina. Hasilnya, wanita cenderung melahirkan bayi wanita apabila melahirkan dalam kondisi kelaparan daripada saat kondisi biasa.

Teori ini telah ada sejak tahun 1970-an. Pria dapat menghasilkan banyak keturunan, jadi bayi pria yang berhasil dilahirkan diyakini memiliki kesempatan lebih besar untuk meneruskan gen. Tapi ketika gagal kawin, pria cenderung lebih kecil kemungkinannya untuk meneruskan gen.

Berbeda dengan pria, wanita akan menghasilkan beberapa keturunan, tetapi tidak memiliki tingkat kesuburan setinggi pria. Artinya, wanita lebih aman untuk meneruskan keturunan, tapi kurang menguntungkan untuk mewariskan banyak gen.

"Kemungkinan untuk dapat melahirkan bayi pria memiliki risiko yang tinggi, sehingga bayi pria hanya berhasil terjadi jika pasangan berada dalam kondisi yang sangat baik. Dalam kondisi baik, pasangan lebih mungkin menghasilkan bayi pria. Dalam kondisi miskin, lebih mungkin menghasilkan bayi wanita," kata peneliti, Shige Song, pakar demografi dan sosiolog di Queens College di City University of New York seperti dilansir LiveScience, Kamis (29/3/2012).

Perubahan perbandingan jenis kelamin ini terlihat pada hewan, termasuk bison. Bison memiliki lebih banyak keturunan pria saat musim hujan dan makanan berlimpah. Namun apakah perubahan perbandingan jenis kelamin juga dialami manusia untuk menanggapi lingkungannya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Song menggunakan data dari survei yang dilakukan Komisi Keluarga Berencana Nasional di Cina pada tahun 1982. Survei ini merupakan gambaran nasional dan menanyai 1 orang wanita untuk mewakili 1.000 orang wanita di Cina tentang riwayat persalinannya. Secara total, terdapat 310.101 buah wawancara yang dilakukan terhadap wanita Cina berusia 15 - 67 tahun.

Dengan menelusuri sejarah kesehatan reproduksi para peserta penelitian, Song mampu menangkap momen penting dalam sejarah Cina yang disebut 'Lompatan Jauh ke Depan'. Program ini merupakan upaya yang dilakukan Partai Komunis China untuk menyatukan dan mengindustrialisasi negara secara cepat. Tapi hasilnya justru menyebabkan kelaparan hebat yang menewaskan puluhan juta orang.

Karena kelaparan menyerang seluruh Cina, peristiwa ini menyebabkan bencana kekurangan gizi yang luas. Hasil penelitian yang dimuat jurnal Proceeding of Royal Society B ini menunjukkan penurunan perbandingan jenis kelamin secara bertahap, yaitu bayi pria yang dilahirkan lebih sedikit dibandingkan bayi wanita. Fenomena ini terjadi pada tahun 1929 sampai tahun 1960.

Pada bulan April 1960, terdapat 108,9 orang bayi pria yang lahir untuk setiap 100 orang bayi wanita. Pada tahun 1963, terjadi perubahan lagi dan tercatat ada sebanyak 104,3 orang bayi pria yang dilahirkan untuk setiap 100 orang bayi wanita.

Ketika bencana kelaparan mulai mereda pada tahun 1963, rasio jenis kelamin juga mengalami penurunan. Pada tahun 1965, rasio jenis kelamin meningkat menjadi 107,6 bayi pria dibanding 100 bayi wanita. Peningkatan ini dilanjutkan secara bertahap hingga tahun 1980.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang memicu perubahan ini. Ada kemungkinan bahwa sperma yang tidak membawa kromosom Y berhasil membuahi sel telur ketika kondisi gizi buruk. Sperma yang membawa kromosom X akan menciptakan janin wanita jika menyatu dengan sel telur yang membawa kromosom X. Sperma yang membawa kromosom Y akan menghasilkan janin pria dengan kromosom XY.

"Bisa jadi embrio pria lebih rentan mengalami keguguran saat masa kelaparan. Artinya, jumlah pembuahan tetap sama namun angka kelahirannya yang menurun," kata Song.

Survei ini menanyakan wanita tentang jenis kelamin bayi yang dilahirkan sebelum teknologi USG ditemukan dan aborsi belum dilakukan di Cina, jadi perubahan perbandingan jenis kelamin yang terjadi tidak mungkin disengaja oleh manusia.


(pah/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar