
(Foto: thinkstock)
"Pada suplemen makanan, produsen boleh mengklaim apa saja tanpa harus membuktikannya. Yang penting tidak mengklaim untuk menyembuhkan atau mengobati penyakit tertentu," kata Prof DR dr Rianto Setiabudy, guru besar farmakologi Fakultas Keeokteran UI dalam acara forum diskusi yang diadakan GlaxoSmithKline Circle of Friend di Blooming Restaurant, FX Senayan, Jakarta (29/3/2012).
Suplemen obat hanya dibolehkan mencantumkan produknya dapat menyokong fungsi atau struktur tubuh. Maka kebanyakan suplemen makanan ini mencantumkan produknya dapat menjaga fungsi tubuh tertentu, menjaga fungsi sendi misalnya.
Karena tidak didukung bukti ilmiah, dr Rianto mewanti masyarakat untuk selalu mencermati kandungan bahan-bahan dalam produk yang dicantumkan pada kemasan. Yang paling penting jika hendak menggunakan suplemen makanan, pastikan produk sudah diperbolehkan peredarannya dan disertifikasi oleh Badan POM.
"Karena tanpa disertai bukti penelitian yang jelas, maka efek samping dan kontra indikasi produk suplemen seperti ini masih belum jelas. Berbeda dengan obat farmasi yang harus melewati serangkaian pengujian klinis di laboratorium," kata dr Rianto.
Dr Rianto menganjurkan untuk mendapat asupan nutrisi dari makanan sehari-hari dan tidak terlalu menggantungkan suplemen. Beberapa suplemen tersebut juga mengaku berasal dari herbal. Namun obat herbal juga belum tentu aman sebab beberapa obat yang dibuat dari bahan herbal juga bisa berbahaya, contohnya morphin dan tembakau.
(pah/ir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar