Senin, 26 Maret 2012

Ditemukan Gen yang Sebabkan Flu Jadi Pembunuh

Browser anda tidak mendukung iFrame



(Foto: thinkstock)
Jakarta, Sebuah penemuan genetik bisa menjelaskan mengapa flu bisa membuat beberapa orang sakit parah atau bahkan terbunuh, sementara yang lainnya tampak biasa saja dan merasakan tak lebih dari sedikit batuk dan bersin-bersin.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Nature on Sunday, beberapa peneliti Amerika Serikat dan Inggris untuk pertama kalinya mengaku menemukan sebuah gen pada manusia yang mempengaruhi bagaimana orang merespons infeksi pada flu dan membuat beberapa orang lebih rentan dari lainnya.

Penemuan tersebut membantu menjelaskan mengapa sepanjang pandemik virus H1N1 atau flu babi pada periode 2009/2010. Sebagian orang yang terinfeksi hanya memiliki gejala-gejala ringan sedangkan lainnya yang banyak diantaranya adalah orang-orang dewasa yang muda dan sehat malah sakit parah dan meninggal.

Di masa depan, penemuan genetik tersebut dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang memiliki flu parah lalu memungkinkannya untuk dipilih menjadi prioritas vaksinasi atau pengobatan preventif selama dirawat.

Penemuan ini juga diprediksi mampu membantu mengembangkan vaksin atau obat baru melawan virus-virus yang berpotensi menjadi lebih berbahaya seperti flu burung.

Paul Kellam dari Sanger Institute of Britain, yang ikut memimpin dan mempresentasikan penemuan tersebut menjelaskan bahwa gen yang disebut ITFITM3 itu tampaknya bisa menjadi 'garis depan yang krusial dari pertahanan' melawan flu.

Ketika IFITM3 berada dalam jumlah yang besar, penyebaran virus flu di paru-paru pun terhambat. Namun ketika level IFITM3-nya lebih rendah, virus tersebut dapat bereplikasi dan lebih mudah menyebar sehingga menyebabkan gejala-gejala yang lebih parah.

Orang-orang yang memiliki varian khusus dari IFTIM3 biasanya lebih sering dibawa ke rumah sakit jika terkena flu daripada orang yang memiliki varian lainnya, tambahnya.

"Penelitian kami penting bagi orang-orang yang memiliki varian tersebut karena kami memprediksi bahwa pertahanan imun mereka dapat melemah terhadap beberapa infeksi virus," kata Kellam seperti dilansir dari Reuters, Selasa (27/3/2012).

"Semakin kita lebih banyak belajar tentang genetika dari kerentanan terhadap virus, maka orang-orang dapat mengambil tindakan pencegahan yang tepat, seperti vaksinasi untuk mencegah infeksi," lanjut Kellam.

Peran antivirus IFITM3 yang potensial pada manusia pertama kali diusulkan dalam studi yang dipimpin oleh Abraham Brass dari Brass of the Ragon Institute and Gastrointestinal Unit of Massachusetts General Hospital, Amerika Serikat. Dengan menggunakan genetic screening, ia menemukan bahwa virus ini memblokade pertumbuhan virus flu dan virus lainnya dalam sel.

Tim yang dipimpin Brass dan Kellam kemudian menindaklanjutinya dengan menyuntikkan gen IFITM3 pada tikus. Mereka menemukan bahwa sekali binatang ini terjangkit flu maka ia memiliki gejala-gejala yang jauh lebih parah daripada tikus-tikus yang memiliki gen IFITM3.

Menurut mereka, hilangnya gen tunggal ini pada tikus dapat mengubah kasus flu ringan menjadi infeksi yang fatal.

Para peneliti kemudian merangkai gen-gen IFITM3 dari 53 pasien yang telah dirawat akibat flu musiman atau pandemik dan menemukan bahwa sebagian besar dari pasien memiliki varian khusus dari IFITM3 dibandingkan dengan populasi pasien umum.

Para peneliti pun percaya bahwa varian ini menghasilkan versi protein yang lebih pendek atau yang kurang berlimpah dalam sel sehingga membuat pasien lebih rentan terhadap flu saat mendapatkannya.



(ir/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar