Senin, 06 Februari 2012

Pakai Selaput Dara Palsu Bisa Infeksi, Lebih Aman Operasi

Your browser does not support iframes.




Selaput dara palsu (dok: glamour)
Jakarta, Status keperawanan memang tidak bisa dilihat dari selaput dara saja. Namun bagi yang menganggapnya penting, operasi selaput dara yang dilakukan dokter diyakini lebih aman daripada memakai selaput dara palsu yang bisa memicu infeksi.

Alat pemalsu keperawanan berupa selaput dara palsu banyak beredar di negara-negara yang masih mengagungkan status keperawanan seorang perempuan. Bahkan di Indonesia, alat ini pernah populer meski dijual secara ilegal dan hanya di kalangan tertentu.

Cara pakai sangat sederhana, yakni cukup dimasukkan ke dalam kemaluan perempuan sebelum berhubungan intim. Saat terjadi penetrasi, alat ini akan pecah dan mengeluarkan pewarna merah yang sepintas mirip darah yang dimitoskan akan keluar saat pertama kali berhubungan intim.

"Lapisan yang digunakan terbuat dari kolagen dan pewarnanya adalah pewarna alami yang tidak membahayakan tubuh. Namun efeknya benar-benar bisa menipu di bawah cahaya yang remang-ramang," kata salah seorang penjual di Shanghai, seperti dikutip dari Shanghaidaily, Senin (6/2/2012).

Selain berupa lapisan berisi pewarna, alat ini biasanya dijual satu paket dengan batang pengencang kemaluan. Saat dimasukkan, batang tersebut akan mengeluarkan rabmuan-ramuan yang merangsang kontraksi sehingga dinding kemaluan terasa lebih rapat seperti masih perawan.

Meski diklaim aman oleh para penjual, faktanya alat ini belum pernah mendapat izin dari badan pengawas obat dan makanan China untuk dipakai sebagai peralatan medis. Karena tidak ada jaminan keamanan, maka risiko yang mungkin muncil akan menjadi tanggungan masing-masing pemakai.

"Kandungan pewarna yang digunakan sangat dipertanyakan. Jika dibuat dari material murahan, maka bisa menstimulasi membran vagina dan memicu infeksi," kata Dr Zhang Zhengrong, seorang ahli kandungan dari Hospital of People's Liberation Army.

Dibandingkan memakai selaput dara palsu, Dr Zhang lebih menyarankan untuk melakukan operasi. Setidaknya jika dilakukan oleh dokter, maka prosedurnya akan jauh lebih terjamin karena berbagai risiko yang mungkin terjadi pasti sudah diperhitungkan.

"Dokter akan melakukan pengecekan menyeluruh terhadap sistem reproduksi seseorang dan akan menyembuhkannya dulu jika ada infeksi ginekologis atau infeksi menular seksual, baru bisa dilakukan operasi," jelas Dr Zhang.

Namun demikian, mitos-mitos keperawanan jauh lebih penting untuk diluruskan. Misalnya bahwa selaput dara hanya rusak karena hubungan seks, kenyataannya ada juga yang lahir tanpa selaput dara atau bahkan selaput daranya tidak rusak meski sudah beberapa kali berhubungan seks.
(up/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar