Jumat, 25 November 2011

Kemoterapi Dosis Tinggi Bantu Pasien Limfoma Agresif Usia Muda

Your browser does not support iframes.




(Foto: thinkstock)
Omaha, Kemoterapi dosis tinggi dapat menguntungkan orang-orang muda yang menderita limfoma agresif. Kemoterapi dosis tinggi dapat mengurangi kekambuhan penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien di bawah usia 60 tahun.

Limfoma agresif adalah limfoma yang menyebar ke sel B, yang merupakan salah satu bentuk yang paling umum dari limfoma non Hodgkin agresif. Hasil penelitian baru itu telah diterbitkan secara online dalam The Lancet edisi 24 November 2011.

Kemoterapi dosis tinggi ini dalam bentuk kemoterapi intensif yang dikombinasikan dengan rituximab obat antibodi monoklonal. Sehingga kemoterapi tersebut dapat mengurangi kekambuhan penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien di bawah usia 60 tahun.

Pasien yang lebih muda bisa 2 kali lebih mungkin mengalami remisi selama 3 tahun dibandingkan dengan yang hanya mengonsumsi rituximab yang diberikan sebagai tambahan pengobatan kemoterapi standar yang dikenal sebagai CHOP (siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin, dan prednison).

Dalam melakukan studi, peneliti yang dipimpin oleh Dr. Herve Tilly dari Universitas Rouen di Perancis memberikan kemoterapi untuk 379 pasien dengan limfoma yang menyebar ke sel B.

Kemoterapi tersebut diberikan dalam 4 siklus kemoterapi intensitas tinggi, yaitu doxorubicin, siklofosfamid, vindesine, bleomycin, dan prednison yang kemudian ditambah dengan rituximab pada interval 2 minggu atau delapan siklus pengobatan standar yaitu CHOP ditambah dengan rituximab pada interval 3 minggu.

Studi tersebut menemukan bahwa, kemoterapi tersebut secara signifikan meningkatkan kemungkinan bahwa pasien akan mengalami efek samping yang serius, efek hematologi, dan mukosa, serta febrile neutropenia.

Febrile neutropenia merupakan komplikasi dari kemoterapi yang melibatkan pengurangan kekebalan sel-sel darah putih, disertai dengan demam. Oleh karen itu, prosedur dengan dosis intens hanya boleh digunakan pada pasien dengan kekambuhan yang besar.

"Sehingga cukup untuk membenarkan efek toksik yang lebih tinggi," kata Julie Vose dari Nebraska Medical Center di Omaha seperti dilansir dari MSNHealth, Jumat (25/11/2011).

Para ahli sepakat manfaat kemoterapi tersebut harus dipertimbangkan antara manfaat dan risikonya. Hasil kemoterapi tersebut memang cukup mengesankan, tetapi harus hati-hati ketika menggunakan kemoterapi ini.

"Kemoterapi ini dipertimbangkan pada pasien, muda yang sehat di mana risiko kambuh cukup tinggi sehingga memerlukan pengobatan yang lebih intensif," kata Dr Melati Zain, asisten profesor di departemen kedokteran di Langone NYU Medical Center di New York City.

Para penelitian menekankan bahwa beberapa pasien masih dapat kambuh bahkan setelah merespon pengobatan yang lebih agresif, dan prosedur kemoterapi yang merupakan penggabungan dengan rituximab belum ditetapkan.

Sehingga penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yang paling mungkin untuk manfaat dari perawatan yang lebih intensif.

(ir/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar