Kamis, 02 Februari 2012

Perih! Tali Pusar Kami Diiris Pakai Sembilu

Your browser does not support iframes.




Ni Made Sadgunasih (detikHealth)
Jakarta, Di desa-desa, sembilu atau irisan kulit bambu yang terkenal tajam sering dipakai untuk mengebiri hewan peliharaan seperti babi dan anjing. Namun 26 tahun yang lalu, sembilu masih dipakai untuk mengiris tali pusar pada ibu melahirkan.

Ni Made Sadgunasih (26 tahun) tentu tidak bisa mengingat sendiri proses ia dilahirkan. Namun gadis kerturunan Bali yang tinggal di Kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah ini ingat betul cerita orang-orang tentang sembilu yang dipakai oleh paraji atau dukun beranak untuk mengiris tali pusarnya.

"Iya, sembilu yang dari kulit bambu itu kan tajam banget. Biasanya untuk mengebiri babi, anjing, macam-macam. Katanya, tali pusar kami dulu dipotong pakai itu," tutur bungsu dari 6 bersaudara itu saat ditemui usai penyerahan beasiswa dari Yayasan DKT di Hotel Harris Tebet, Kamis (2/2/2012).

Gadis yang tercatat sebagai mahasiswi Stikes Jend Ahmad Yani Bandung ini selalu merasa ngilu jika membayangkan proses kelahirannya. Paraji yang merupakan dukun laki-laki dengan sembilu di tangannya tentu sangat menyeramkan bagi ibu hamil yang sedang kesakitan saat melahirkan.

Belum lagi risiko infeksi yang dihadapi, mengingat tidak ada jaminan bahwa sembilu yang digunakan sudah steril dari kuman. Jika ada kuman yang masih menempel di permukaannya yang tidak rata, maka irisan sembilu itu bisa memicu infeksi dan kematian bagi bayi maupun ibu yang melahirkan.

Kisah tersebut memang sudah berlalu 26 tahun silam, namun sepertinya akan terus dikenang oleh Made seumur hidupnya. Keterbatasan layanan kesehatan membuat ibunya yang tinggal di daerah perkebunan itu harus bertaruh nyawa untuk melahirkannya ke dunia.

"Itu jadi salah satu alasan saya ingin jadi bidan. Waktu itu memang tidak ada bidan di desa saya, Desa Dharma Agung. Sekarang sudah ada, tetapi bidan dari desa tetangga. Pokoknya saya ingin, generasi saya adalah generasi terakhir yang lahirnya pakai sembilu," kata Made berapi-api.

Mengomentari kisah Made, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI), Dr Harni Koesno, MKM mengakui hingga saat ini praktik dukun beranak masih banyak ditemui di masyarakat. Keberadaannya memang tidak untuk dihilangkan, melainkan untuk diajak bermitra oleh bidan.

Tidak bisa dipungkiri, di banyak daerah dukun beranak dengan ketrampilan yang diwariskan secara turun temurun lebih bisa diterima masyarakat. Namun bagaimanapun, bidan punya keunggulan karena ilmunya selalu diperbaharui dan lebih sesuai dengan perkembangan zaman.

"Di banyak daerah dukun kami jadikan mitra, misalnya kalau ada ibu melahirkan maka dukun akan merujuk pasiennya ke bidan. Dukun itu yang akan mendampingi, lalu ongkosnya nanti dibagi dua. Semacam persenan untuk sang dukun lah kira-kira," kata Dr Harni.

Baik Dr Harni maupun Made sepakat, peran bidan sangat penting dalam menekan angka kematian ibu dan bayi yang merupakan salah satu target Millenium Development Goals (MDGs). Bidan-bidan yang berkualitas harus mampu bermitra dengan para dukun, untuk menghilangkan praktik-praktik berbahaya seperti mengiris tali pusar dengan sembilu.


(up/ver

Tidak ada komentar:

Posting Komentar