Selasa, 05 Juni 2012

Terapi Hormon yang Putus Nyambung Bisa Perpendek Usia Pria

Browser anda tidak mendukung iFrame



(Foto: Thinkstock)
Jakarta, Setiap pria memang berisiko besar mengalami kanker prostat. Salah satu cara terbaik untuk mengatasinya adalah melakukan terapi hormon, yang juga bermanfaat untuk mempertahankan performa seksualnya. Namun sebuah studi baru menemukan bahwa menjalankan terapi hormon yang putus-nyambung dapat memperpendek usia pria yang mengidap kanker prostat.

Masalahnya, banyak pria penderita kanker prostat yang menghentikan terapi hormon yang disebut androgen deprivation therapy (ADT) ini semata untuk mengurangi efek sampingnya yang merugikan, diantaranya mampu menurunkan produksi hormon pria yaitu testosteron yang diklaim telah memberikan makanan bagi tumor prostat. Padahal hal ini juga berarti hilangnya fungsi seksual pria, risiko osteoporosis dan masalah jantung.

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa terapi hormonal intermiten yaitu terapi pengobatan yang dihentikan dan dimulai kembali secara periodik sama efektifnya dengan terapi yang berkelanjutan, namun dengan risiko efek samping yang lebih rendah. Akibatnya, ADT yang terputus-putus banyak digunakan di AS.

"Sedangkan menurut studi ini ADT yang terputus-putus tak lagi bisa direkomendasikan sebagai pengobatan awal," kata peneliti Maha Hussain, M.D. dari University of Michigan Comprehensive Cancer Center di Ann Arbor, Mich seperti dilansir dari WebMD, Selasa (5/6/2012). "Terapi yang terus-meneruslah yang seharusnya dijadikan standar perawatan," tambahnya.

Kesimpulan ini didapatkan dari studi terhadap 1.500 partisipan pria yang mengidap kanker yang sensitif terhadap hormon dan telah menyebar ke luar prostat (metastatis). Seluruh partisipan diberi ADT dengan menggunakan obat Zoladex dan Casodex selama 7 bulan.

Partisipan pun dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama menjalani ADT berkelanjutan sedangkan kelompok kedua mendapatkan pengobatan ADT intermiten. Lalu para partisipan dilacak rata-rata selama lebih dari 9 tahun.

Hasilnya menunjukkan bahwa "tingkat kelangsungan hidup pasien yang menjalani terapi hormon intermiten lebih rendah daripada pasien dengan terapi berkelanjutan," ujar Hussain. Partisipan yang diberi terapi berkelanjutan hidup rata-rata enam tahun, sedangkan partisipan yang menjalani terapi intermiten bisa hidup selama 5 tahun.

Pria yang penyebaran penyakit minim (tak ada kanker selain kanker tulang belakang, panggul dan kelenjar getah bening) dan menjalani terapi berkelanjutan juga bisa hidup rata-rata 7 tahun, namun pria yang diterapi secara intermiten hanya bisa hidup 5 tahun atau berjarak 2 tahun, tambah Hussain.

Namun diantara pria yang penyebaran penyakitnya lebih luas, kesenjangan tingkat kelangsungan hidup ini pun menyempit menjadi sekitar 4,5 tahun bagi pasien terapi berkelanjutan versus 5 tahun bagi pasien terapi intermiten.

Namun Hussain menyatakan bahwa bahkan seharusnya pria-pria ini tak ditawari untuk melakukan jeda pengobatan.

Secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa pria yang mendapatkan perawatan intermiten atau terputus-putus menerima separuh jumlah terapi hormon dari pria yang mendapatkan ADT berkelanjutan, tandas peneliti David I. Quinn, MBBS, PhD dari University of Southern California, Los Angeles.


(ir/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar