Jumat, 29 Juni 2012

FKUI Apresiasi Dr. Willem Bosch, si Perintis Pendidikan Dokter RI

Browser anda tidak mendukung iFrame



Dr. Willem Bosch (dok. FKUI)
Jakarta, Dr Cipto Mangunkusumo dikenal sebagai dokter pejuang di Indonesia, yang namanya kemudian diabadikan sebagai rumah sakit rujukan nasional, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tapi tahukah Anda bahwa Dr Cipto bersekolah di sekolah dokter yang perintisnya adalah seorang Belanda bernama Dr. Willem Bosch.

Perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia, tidak dapat terpisahkan dari perjuangan Dr. Willem Bosch (1798-1874), seorang warga Belanda yang seorang sangat gigih membela pribumi miskin pada pertengahan abad ke-19. Dr. Willem Bosch juga merupakan perintis pendidikan kedokteran di Indonesia.

Tidak semua sifat bangsa Belanda ingin menjajah Indonesia, karena tidak sedikit bangsa Belanda yang sangat peduli terhadap kehidupan layak pribumi yang miskin dan pendidikan bangsa dijajahnya. Diantaranya Dr. Willem Bosch.

"Dr Willem Bosch adalah orang yang pertama kali merencanakan Dokter Djawa yang kemudian menjadi STOVIA (sekolah kedokteran pertama di Indonesia). Dr Bosch orang Belanda, tapi sifat baiknya menolong orang-orang pribumi yang tidak mampu dan tersingkirkan, yang tidak diperhatikan baik oleh orang Indonesia maupun Belanda. Dan Dr Bosch-lah yang memperhatikan," ujar dr Ratna Sitompul, SpM(K), dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dalam acara pemberian apresiasi kepada Dr Willem Bosch yaitu 'Willem Bosch Commemoration' di Auditorium FKUI Jakarta, Jumat (29/6/2012).

Sejarah perkembangan institusi dan pendidikan kedokteran Indonesia memang berawal dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tidak ada yang memungkiri bahwa banyak ahli kedokteran Indonesia lahir dari institusi ini. Tidak heran, karena cikal bakal pengabdian FKUI sudah dimulai sejak abad 18-19.

Perjalanan sejarah FKUI dimulai dari sekolah Dokter Djawa pada 1853. Tersebutlah Dr. Willem Bosch yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Jawatan Kesehatan (Tentara dan Sipil) Hindia.

"Willem Bosch adalah seorang idealis. Dia orang yang penuh gairah. Semangatnya adalah memperjuangkan martabat kaum papa. Dia menghadapi pertentangan besar dan menderita dalam memperjuangkan cita-citanya. Dan dia saat ini diakui sebagai pendiri sekolah yang kemudian menjadi sekolah medis Universitas Indonesia," ujar Dr. Derek Bosch, cicit Dr Willem Bosch yang juga hadir di FKUI.

Dr Willem Bosch yang lahir tanggal 27 April 1798 di Amsterdam ini memprakarsai sekolah Dokter Djawa (yang awalnya merupakan sekolah juru cacar atau Vacinateur) atas dasar munculnya wabah penyakit di berbagai daerah di Hindia Belanda saat itu. Sebutlah wabah cacar di Ternate, Bali dan Ambon, wabah Kolera dan tipus di Jawa, dan wabah cacar yang cukup masif di Banyumas.

Banyaknya wabah penyakit ini menjadi perhatian utama pemerintah Belanda bahwa fasilitas pelayanan kesehatan harus ditingkatkan. Kendala kemudian muncul pada ketersediaan sumber daya manusia.

Sangat disadari bahwa jumlah tenaga dokter di Hindia saat itu masih sedikit. Tanggung jawab penanggulangan wabah penyakit tersebut kemudian diserahkan kepada Dr. Willem Bosch. Dr Bosch kemudian terpikir untuk membentuk sebuah korps kesehatan yang terdiri dari tenaga pribumi.

Perkembangan sejarah kedokteran pun dimulai dari sini. Bosch kemudian mengajukan usul untuk mendidik pemuda-pemuda Jawa menjadi ahli praktik pelayanan kesehatan.

Untuk tahap pertama, akan dididik para juru cacar (vacinateur). Proses pemilihan siswa didik dipilih dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Keputusan Pemerintah.

Tepat pada tanggal 1 Januari 1851, Sekolah Pendidikan Vacinateur dibuka di Weltverden Gambir dengan lama pendidikan 2 tahun. Tempat pendidikan yang dirujuk adalah Rumah Sakit Militer di Jl. Hospital Weg, Batavia.

Seiring dengan berjalannya waktu, pendidikan ini kemudian disahkan menjadi Sekolah Dokter Djawa pada 1853 dengan masa pendidikan 3 tahun dan dipimpin oleh seorang perwira kesehatan bernama Dr. P. Bleeker.

Para lulusan Sekolah Dokter Djawa diberi gelar Dokter Djawa dan dipekerjakan sebagai dokter pembantu (hulp-geneesheer) dengan tugas utamanya memberikan pengobatan dan vaksinasi cacar.

Pada 1875, lama pendidikan Dokter Djawa ditingkatkan menjadi 7 tahun. Dan sejalan dengan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, pada 1898 sekolah pendidikan kedokteran Hindia didirikan.

Sistem pendidikan ini selanjutnya disebut STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen). Kebijakan politik etis pada 1901 memberikan kesempatan yang lebih besar lagi bagi pendidikan orang-orang pribumi.

Sekolah Dokter Jawa kemudian diganti namanya menjadi sekolah Kedokteran STOVIA pada 1902. Lama pendidikan ditambah menjadi 9 tahun. Pada 1913, organisasi STOVIA disempurnakan dengan lama pendidikan menjadi 10 tahun, dan mulai terbuka bagi murid China dan Belanda.

Dalam rangka menunjang pendidikan kedokteran, kemudian dibangunlah sebuah rumah sakit pendidikan bagi siswa STOVIA pada 1919 di daerah Salemba. Rumah sakit ini dinamakan Rumah Sakit Umum Pusat (Centraal Bugerlijk Ziekenhuis/CBZ).

Tanggal 5 Juli 1920, Gedung Pendidikan Kedokteran di Salemba 6 selesai dibangun dan seluruh fasilitas pendidikan dari Hospital Weg dipindahkan ke Salemba 6 Jakarta hingga kini.

Gedung tua inilah yang kini dipakai oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikan kedokteran sebagai bagian dari kelanjutan pendidikan kedokteran dari Dr. Willem Bosch, sang perintis pendidikan kedokteran di Indonesia.

"Kita patut mengucapkan terimakasih kepadanya atas perjuangannya yang tidak ringan melawan Pemerintah Belanda pada saat itu untuk mendirikan pendidikan tenaga kesehatan untuk pribumi, cikal-bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, fakultas kedokteran tertua di Indonesia bahkan di kawasan Asia," Prof. dr. Somadikarta, pemerhati sejarah Willem Bosch.



(mer/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar