Kamis, 21 Juni 2012

Kelainan Kromosom Bikin Mudah Galau Saat Dengar Lagu Cinta

Browser anda tidak mendukung iFrame



Ilustrasi (dok: Thinkstock)
Jakarta, Siapa pun yang perasaannya peka pasti akan galau dan 'meleleh' saat mendengar lagu-lagu romantis. Tapi kalau seseorang terlalu gampang galau saat mendengar lagu tertentu, bisa jadi itu gejala gangguan hormon akibat kelainan kromosom.

Sebuah kelainan genetik yang dinamakan Sindrom Williams, bisa membuat perasaan seseorang jadi labil karena kondisi hormonalnya naik turun. Saat diperdengarkan lagu romantis seperti Love Me Tender milik Elvis Presley, penderitanya bisa langsung jatuh cinta betulan.

Efek ini tidak berlebihan, sebab sudah dibuktikan dalam sebuah eksperimen yang melibatkan 21 orang dewasa. Sebanyak 13 orang di antaranya mengidap Sindrom Williams yang dicirikan dengan emosi yang tidak stabil, kecerdasan relatif rendan serta pertumbuhan yang lambat.

Orang-orang yang mengidap Sindrom Williams diketahui juga memiliki kelainan gen pada kromosom nomor 7, yang membuat komposisi hormonalnya sangat mudah berubah.

Dalam eksperimen tersebut, lagu balada yang populer di tahun 1950-1960-an tersebut tidak terlalu memberikan efek yang signifikan pada partisipan yang sehat. Komposisi hormonalnya cenderung stabil, kalaupun ada perubahan tidak terlalu mempengaruhi perasaan.

Namun pada partisipan dengan Sindrom Williams, lagu lawas yang memang bercerita tentang keinginan seseorang untuk dicintai ini benar-benar bisa membuat perasaan kacau balau. Hormon oksitosin dan arginin vasopressin yang berhubungan dengan jatuh cinta langsung melonjak.

Temuan ini menguatkan teori bahwa kondisi genetik dan hormonal sangat mempengaruhi manusia dalam bersosialisasi. Contohnya dalam kasus ini, Sindrom Williams mungkin bisa membuat orang jadi sulit menemukan pasangan yang tepat karena perasaannya sangat tergantung lagu yang didengarnya.

"Penelitian ini bisa membantu ilmuwan untuk menangani gangguan-gangguan seperti Sindrom Williams, yang sering disertai gangguan lain seperti stres paska trauma dan autisme," kata sang peneliti, Julie Korenberg dari University of Utah seperti dikutip dari LiveScience, Kamis (20/6/2012).


(up/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar