
Ilustrasi (dok: Thinkstock)
Sebuah penelitian di Queen's University menunjukkan bahwa keputusan-keputusan penting dalam hidup sangat dipengaruhi oleh usia harapan hidup. Makin panjang usia harapan hidup, makin rendah minatnya untuk buru-buru menikah dan segera punya momongan.
Ketika seseorang meyakini dirinya bakal berumur panjang, maka orang tersebut cenderung lebih banyak menginvestasikan waktunya untuk pendidikan. Pernikahan atau hidup berkeluarga menjadi prioritas ke sekian karena merasa hidupnya masih panjang.
Sementara jika seseorang yakin umurnya tidak terlalu panjang, maka semakin besar kecenderungannya untuk segera berkeluarga. Setelah berkeluarga pun, keyakinan bahwa seseorang tidak akan hidup terlalu lama juga bisa membuatnya lebih setia dengan satu pasangan.
Sang peneliti, Dr Daniel Krupp mengatakan pada dasarnya tidak ada yang tahu persis seberapa lama dirinya akan hidup di dunia ini. Namun perkiraan tentang usia harpan hidup bisa didasarkan pada beberapa hal berikut ini, seperti dikutip dari Sciencedaily, Rabu (11/4/2012):
Seberapa sehatkah hidupnya?
Seberapa bahayakah pekerjaannya saat ini?
Apakah kakek dan neneknya masih hidup?
Adakah riwayat penyakit kronis dalam keluarganya?
Dengan kata lain, seseorang cenderung lebih cepat memutuskan untuk menikah dan setia pada satu pasangan saja ketika tanpa sadar meyakini status kesehatannya lebih rendah. Jika status kesehatannya lebih baik, maka orang tersebut cenderung lebih mengutamakan pendidikan.
Kecenderungan ini bisa dikaitkan dengan berbagai penelitian sebelumnya, yang mengatakan bahwa pernikahan bisa membuat seseorang makin sehat antara lain dengan menurunkan risiko serangan jantung. Seseorang yang berstatus lajang lebih rentan sakit jantung, diduga karena tidak ada pasangan yang merawat dan mengingatkan untuk selalu hidup sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar