Rabu, 25 April 2012

Gangguan Bipolar Juga Bisa Dialami Anak-anak

Browser anda tidak mendukung iFrame



Ilustrasi (dok: Thinkstock)
Jakarta, Anak-anak dapat mengalami gangguan bipolar, namun kebanyakan pasien bipolar baru didagnosa saat beranjak dewasa.

Penyebabnya adalah karena anak-anak tidak dapat mengutarakan perasaannya dan hanya menujukkan gejala bipolar lewat perilakunya. Akhirnya, anak-anak ini hanya dianggap nakal atau hiperaktif.

"Jika anak berperilaku tidak seperti anak-anak lain pada umumnya dan terlihat mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim, ada baiknya segera diperiksakan ke psikiater," kata Prof Dr dr Tuti Wahmurti A. Sapiie, SpKJ (K),Perwakilan Majelis Kehormatan PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kejiwaan Indonesia) dalam acara Seminar Media "Gangguan Bipolar : Dapatkah Dikendalikan" yang diselenggarakan Abott di Hotel JW Marriot, Rabu (25/42012).
.
Gejala-gejala gangguan bipolar pada anak-anak ini antara lain berupa; tidak bisa diam, pemarah, mudah tersinggung dan tidak mau mengalah.

Menurut Prof Tuti, beberapa kebiasaan buruk yang dilakukan anak juga berisiko mencederai perkembangan otak anak, yaitu:
1. Terpapar oleh zat-zat yang sering disalahgunakan seperti alkohol dan obat-obat terlarang.
2. Menonton televisi secara berlebihan, karena dapat membuat anak-anak kurang menggunakan tubuhnya dengan baik dan tidak mempelajari ketrampilan sosial.
3. Menonton atau menyaksikan adegan kekerasan, sebab dapat menyebabkan hilangnya rasa sakit, kasih sayang dan cenderung menyakiti diri sendiri.

Gangguan bipolar adalah gangguan kejiwaan yang kronis dan ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrim.

Penderita gangguan ini berisiko merusak diri sendiri dan bisa berakhir dengan kematian akibat bunuh diri.

Keterlambatan diagnosis bisa berdampak pada meningkatnya risiko bunuh diri, terganggunya hubungan dan perilaku yang berbahaya.

Penyebab gangguan bipolar sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Para ahli berpendapat ada berbagai macam faktor penyebabnya yang mencakup faktor genetik, biologi otak, pengalaman hidup dan stres dari lingkungan.

Bahkan, faktor genetik menyumbang 79% kerentanan terhadap munculnya gangguan bipolar.

"Kerentanan tersebut sifatnya potensial dan tidak selalu memicu gangguan bipolar. Namun jika individunya kurang memiliki kemampuan dalam.mengelola stres, adanya faktor genetik ini akan ikut meningkatkan risiko munculnya gangguan bipolar," kata Prof Tuti.

Menurut Prof Tuti, penderita gangguan bipolar mengalami kekacauan dalam sirkuit neurotransmisi di otaknya.

Beberapa zat kimia seperti neuroepinefrin, dopamin dan serotonin kurang terkonrol dengan baik. Apabila terjadi tekanan stres, regulasi otak yang kacau ini akhirnya menyebabkan gangguan.


(pah/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar