Your browser does not support iframes.
(Foto: thinkstock)Jakarta, Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan pertama sebentar lagi akan memiliki payung hukum yang kuat. Hal ini karena Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pemberian ASI akan segera disahkan dalam waktu dekat.
"RPP mengenai ASI diusahakan akan disahkan dalam waktu dekat, karena RPP ini tidak terlalu kontroversial sehingga lancar-lancar saja," ujar Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DrPH dalam acara Temu Nasional Konselor Menyusui ke-1 di gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis (11/8/2011).
Menkes menuturkan RPP ini mengatur tanggung jawab pemerintah dan daerah dalam hal promosi susu formula dan produk lain, mengatur pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, pojok ASI di tempat kerja maupun sarana umum serta kelonggaran bagi karyawan perempuan yang menyusui.
Dengan RPP tersebut maka pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir hingga minimal berumur 6 bulan semakin dilegalkan secara hukum. Serta bisa melindungi dan memacu ibu untuk menyusui bayi yang baru lahir, karena ASI adalah satu-satunya makanan yang diperlukan bayi hingga minimal usia 6 bulan atau maksimal 2 tahun.
Pelaksanaan ketentuan tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam UU Kesehatan No 36/2009, Pasal 128 ayat (1) yang isinya 'Setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis'.
Sedangkan pada Pasal 128 ayat (2) berbunyi 'Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif dipidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta'.
Selain itu ada pula 3 hal yang menjadi fokus pemerintah dalam hal menyusui, yaitu:
"Sebaiknya pasangan diberikan penyuluhan sejak kehamilan, seperti beberapa waktu lalu saat saya meresmikan klinik laktasi di sebuah rumah sakit swasta, saya melihat antusias dari pasangan yang suaminya ikut serta dalam konseling laktasi," ungkap Menkes.
Namun Menkes menyadari bahwa permasalahan yang ada di desa mungkin berbeda, karena belum tentu sang suami mau menemai istri karena masih berpikir bahwa hal itu adalah pekerjaan perempuan. Padahal agar program menyusuinya sukses diperlukan tanggung jawab dari suami dan juga istri.
(ver/ir

(Foto: thinkstock)Jakarta, Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan pertama sebentar lagi akan memiliki payung hukum yang kuat. Hal ini karena Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pemberian ASI akan segera disahkan dalam waktu dekat.
"RPP mengenai ASI diusahakan akan disahkan dalam waktu dekat, karena RPP ini tidak terlalu kontroversial sehingga lancar-lancar saja," ujar Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DrPH dalam acara Temu Nasional Konselor Menyusui ke-1 di gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis (11/8/2011).
Menkes menuturkan RPP ini mengatur tanggung jawab pemerintah dan daerah dalam hal promosi susu formula dan produk lain, mengatur pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, pojok ASI di tempat kerja maupun sarana umum serta kelonggaran bagi karyawan perempuan yang menyusui.
Dengan RPP tersebut maka pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir hingga minimal berumur 6 bulan semakin dilegalkan secara hukum. Serta bisa melindungi dan memacu ibu untuk menyusui bayi yang baru lahir, karena ASI adalah satu-satunya makanan yang diperlukan bayi hingga minimal usia 6 bulan atau maksimal 2 tahun.
Pelaksanaan ketentuan tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam UU Kesehatan No 36/2009, Pasal 128 ayat (1) yang isinya 'Setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis'.
Sedangkan pada Pasal 128 ayat (2) berbunyi 'Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif dipidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta'.
Selain itu ada pula 3 hal yang menjadi fokus pemerintah dalam hal menyusui, yaitu:
- Meningkatkan promosi menyusui melalui program kampanye yang melibatkan semua pihak termasuk pihak pemerintah, swasta dan juga masyarakat.
- Meningkatkan kapasitas fasilitas kesehatan agar lebih efektif dalam mendukung dan melindungi para ibu sehingga bisa sukses menyusui bayinya
- Meningkatkan jumlah kualitas konselor menyusui serta fasilitas umum juga menyediakan sarana bagi ibu untuk menyusui
"Sebaiknya pasangan diberikan penyuluhan sejak kehamilan, seperti beberapa waktu lalu saat saya meresmikan klinik laktasi di sebuah rumah sakit swasta, saya melihat antusias dari pasangan yang suaminya ikut serta dalam konseling laktasi," ungkap Menkes.
Namun Menkes menyadari bahwa permasalahan yang ada di desa mungkin berbeda, karena belum tentu sang suami mau menemai istri karena masih berpikir bahwa hal itu adalah pekerjaan perempuan. Padahal agar program menyusuinya sukses diperlukan tanggung jawab dari suami dan juga istri.
(ver/ir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar