Selasa, 27 September 2011

Terlalu Banyak Perawatan Medis Belum Tentu Tepat

Your browser does not support iframes.




(Foto: thinkstock)
Jakarta, Beberapa tes diagnostik dan bermacam-macam perawatan medis yang dilakukan banyak orang didasarkan atas pertimbangan deteksi dini suatu penyakit atau untuk tindakan pencegahan. Namun, apakah berbagai tes diagnostik dan perawatan medis tersebut semuanya perlu?

Berdasarkan hasil survei, dokter umum seringkali memberikan perawatan medis yang terlalu banyak pada pasiennya. Perawatan medis yang berlebihan dari dokter umum tersebut dapat meliputi, tes diagnostik atau resep obat yang seharusnya tidak semua harus didapatkan oleh pasien.

Selain itu, dokter umum seringkali mendiagnosa pasien dengan penyakit tertentu, meskipun gejala dari penyakit masih menunjukkan gejala yang umum. Enam persen dari dokter umum berpikir bahwa pasien mendapatkan perawatan yang terlalu sedikit.

Studi ini telah diterbitkan oleh Archives of Internal Medicine secara online pada 26 September 2011. Para ahli yang terlibat dalam studi ini, antara lain Dr. Lisa Schwartz dan Dr. Steven Woloshin, yang merupakan dua dari tiga penulis buku berjudul 'Overdiagnosed: Making People Sick in the Pursuit of Health'.

Menurut Economic Cooperation and Development (OECD), biaya perawatan kesehatan orang di AS telah menghabiskan US$ 7.960 (Rp 68 juta) per kapita pada tahun 2009. Biaya tersebut lebih dari US$ 2500 di atas Norwegia, yang merupakan negara peringkat kedua pada daftar negara dengan pengeluaran untuk perawatan kesehatan tertinggi.

"Dari 627 dokter yang disurvei mengatakan bahwa, mereka memilki pasien yang terlalu peduli dengan kesehatan. Sehingga pasien seringkali menganggap perlu untuk melakukan berbagai tes diagnostik dan perawatan medis, hanya sekedar untuk deteksi dini dari penyakit dan untuk melakukan tindakan pencegahan," kata Dr. Brenda Sirovich dari VA Medical Center di White River Junction, Vermont, yang bekerja pada survei tersebut seperti dikutip dari MedicalNewsToday, Selasa (27/9/2011).

Satu contoh kasus seorang pria yang tergelincir di jalanan es dan mengalami sakit punggung diinstruksikan untuk melakukan berbagai tes diagnostik untuk melacak penyebab sakit punggung tersebut. Tetapi semua tes diagnostik tersebut sia-sia sampai pasien menyadari bahwa sebelumnya ia pernah mengonsumsi morfin untuk menghilangkan rasa sakit. Sebuah kecelakaan, seperti jatuh dan lain-lain telah jelas menyebabkan sakit punggung.

Terlalu banyak tes diagnostik juga dapat menghasilkan diagnosa suatu perkembangan penyakit tertentu, meskipun perkembangan penyakit tersebut belum terlihat dengan jelas.

Hasil diagnosa tersebut misalnya, terdapat perkembangan yang mengarah pada kanker prostat atau tekanan darah yang sedikit tinggi, dan lain-lain. Hasil diagnosa tersebut tentunya akan menyebabkan rasa tidak nyaman dan kekhawatiran yang tidak wajar atau berlebihan pada pasien.

Selain itu, hasil diagnosa tersebut dapat menyebabkan dokter dan petugas kesehatan melakukan berbagai perawatan yang seharusnya belum perlu dilakukan.

Alasan utama dokter menginstruksikan berbagai tes diagnostik dan perawatan medis yang terlalu banyak pada pasien, antara lain:
1. Takut tuntutan hukum oleh karena malpraktik.
2. Pemantauan kinerja dokter.
3. Terlalu sedikit waktu untuk mendengarkan pasien dalam proses anamnesis.

Sebanyak 40 persen dari dokter di AS juga percaya bahwa dokter lain akan memerintahkan tes diagnostik yang lebih sedikit jika tidak memberikan penghasilan tambahan. Tetapi hanya 3 persen yang berpikir bahwa pertimbangan keuangan dipengaruhi oleh praktik mereka sendiri.

"Saya tidak mengatakan bahwa dokter melakukan tes diagnostik untuk mendapatkan uang, tetapi saya berpikir bahwa pasien sebenarnya hanya perlu melakukan tes diagnostik yang sekiranya perlu dan bermanfaat untuk menegakkan diagnosa," kata Dr. Sirovich.



(ir/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar