Selasa, 15 Maret 2011

Dokter Indonesia Harus Mampu Deteksi Cepat Hepatitis C

Your browser does not support iframes.



(Foto: thinkstock)Jakarta, Hepatitis C saat ini jumlahnya terus meningkat, tapi sayang masih sedikit dokter yang memahami penyakit ini. Dokter-dokter di Indonesia perlu dibekali kemampuan mendeteksi cepat gejala Hepatitis C.

Saat ini di Indonesia hanya ada 80 ahli penyakit hati. Angka ini tentu saja masih jauh dari memadai dibanding dengan jumlah penderita hepatitis yang ada sehingga diperlukan pelatihan bagi para dokter.

"Pelatihan ini untuk memberi tambahan pengetahuan dalam penatalaksaan hepatitis C yang jumlahnya makin banyak di Indonesia," ujar Dr Unggul Budihusodo, SpPD-KGEH selaku ketua PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) dalam acara Pelatihan Manajemen Hepatitis C di Gedung A RSCM, Selasa (15/3/2011).

Dr Unggul menuturkan dalam pelatihan ini akan dilatih 30 dokter umum internis (spesialis penyakit dalam) yang bukan konsultan dari beberapa rumah sakit dan klinik di Jakarta yang dipandang memiliki posisi penting dalam menentukan diagnosis tahap pertama pasien terinfeksi hepatitis.

"Pelatihan ini dirancang oleh ASHM (Australasian society for HIV Medicine) yang mencakup kuliah, demo serta diskusi," ungkap Dr Unggul yang juga menjabat kepala divisi hepatologi RSCM.

Pada kesempatan yang sama Prof Dr Ali Sulaiman, SpPD-KGEH memperkirakan ada 7 juta orang Indonesia yang terinfeksi hepatitis C dan ribuan kasus baru muncul setiap tahunnya.

"Jika penyakit hepatitis C tidak ditangani dengan serius saat ini, maka dalam jangka waktu 10-15 tahun mendatang mungkin ratusan ribu orang memerlukan transplantasi hati," ujar Prof Ali yang juga ketua Kelompok Kerja Hepatitis Kementerian Kesehatan.

"Tidak semua penderita hepatitis terdeteksi dengan mudah karena tidak menujukkan gejala, pasien tahunya saat medical chek up atau mau donor darah. Kalau seseorang tidak tahu ia menderita hepatitis, maka ia bisa menjadi sumber penularan," ungkap Dr Unggul.

Untuk itu diharapkan dokter-dokter di Puskesmas atau rumah sakit umum daerah seyogyanya dapat menangani atau paling tidak tahu kapan harus mengkonsultasikan pasiennya ke dokter spesialis. Hal ini karena dokter-doter tersebut merupakan lini terdepan sistem kesehatan.

"Jika pasien banyak yang tidak terdiagnosa dengan baik atau tidak dirujuk secara tepat, maka jumlah penderita akan semakin banyak dan Indonesia tidak akan mampu mengurangi beban penyakit hepatitis C," ungkapnya.

(ver/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar