Jumat, 25 Maret 2011

Dokter Jantung Sulit Praktik di Daerah

Your browser does not support iframes.



(Foto: thinkstock)Jakarta, Indonesia punya 493 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang sepertiganya bekerja di wilayah Jabodetabek. Sisanya di kota-kota besar di Indonesia dan jarang sekali praktik di kota kecil.

Bukan tanpa alasan kalau dokter jantung susah ditemui di daerah. Profesi dokter jantung menuntut adanya fasilitas yang bisa menunjang kerjanya. Dan kebanyakan rumah sakit di daerah sangat minim atau tidak ada sama sekali fasilitas untuk operasi jantung.

"Tidak ada alat yang cukup membuat dokter jantung yang ada di daerah balik lagi ke Jakarta dan lalu diambil oleh rumah sakit swasta. Seperti diketahui rumah sakit swasta sekarang dilengkapi oleh alat yang canggih. Karenanya sepertiga dokter jantung dan pembuluh darah ada di Jabodetabek," ujar ketua PERKI ((Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) Dr Anna Ulfa Rahayu, SpJP(K) dalam acara konferensi pers ASMIHA (Annual Scientific Meeting Indonesian Heart Association) ke 20 di hotel Ritz Carlton, Jakarta, Jumat (25/3/211).

Jumlah 493 dokter jantung ini menurut Dr Anna sangat kurang untuk melayani rakyat Indonesia yang jumlahnya mencapai 240 juta. Belum lagi distribusi dokter jantung tidak merata.

"Masalah di Indonesia adalah kurangnya dokter jantung dan distribusinya yang tidak merata," ujar Dr Anna.

Seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur saat ini hanya ada 1 dokter jantung dan pembuluh darah untuk melayani 8 juta penduduk. Hal ini sangat bertolak belakang dengan yang ada di Singapura, penduduknya hanya 5 juta tapi dilayani oleh 160 cardiologist (dokter jantung dan pembuluh darah).

Dr Anna menuturkan distribusi yang tidak rata ini karena dokter yang pergi ke daerah akan kembali lagi ke Jakarta karena di beberapa daerah tidak dilengkapi dengan fasilitas.

Maka itu PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) menargetkan ada 1.000 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah pada tahun 2020. Untuk mencapai target maka kollegium ilmu jantung dan pembuluh darah telah meresmikan penambahan pusat pendidikan SpJP dari 2 menjadi 12.

Pusat-pusat pendidikan ini bernaung di bawah fakultas kedokteran yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dengan menggunakan rumah sakit kelas A dan B milik pemerintah sebagai wahana pendidikan.

"Pusat pendidikan ini nantinya harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti di rumah sakit jantung atau RSCM,' ujar Dr Anna yang juga menjabat sebagai ketua PERKI.

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) kini telah menjadi pembunuh utama dan yang paling menonjol adalah hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner. Di negara berkembang jumlahnya meningkat dan menyerang golongan usia produktif sehingga berpotensi mengurangi angka pendapatan negara dan juga menambah angka kemiskinan.

Untuk mencegah penyakit ini masyarakat diharapkan menerapkan pola hidup sehat dengan mengurangi konsumsi garam, tidak merokok, pola makanan sehat, teratur berolahraga dan menghindari stres.

(ver/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar