Kamis, 23 Juni 2011

Permenkes Sunat Perempuan Diminta Dicabut

Your browser does not support iframes.



foto: ThinkstockJakarta, Tradisi sunat perempuan di banyak negara sudah mulai dihapus. Kini giliran aktivis perempuan Indonesia yang mendesak pemerintah mencabut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang sunat perempuan. Praktik ini dinilai melanggar hak reproduksi dan bertentangan dengan kebijakan pemerintah sendiri untuk menyehatkan perempuan.

Tuntutan tersebut disampaikan bersama-sama oleh sejumlah LSM yang peduli terhadap perempuan di antaranya LBH Apik, Komnas Perempuan dan Amnesty Internasional dalam jumpa pers mengenai tuntutan pencabutan Permenkes soal sunat perempuan di Bakoel Koffie, Cikini, Kamis (23/6/2011).

Ratna Bantara Murti, M.Si dari LBH Apik mengatakan Permenkes No 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan perlu dicabut karena rawan pelanggaran hak-hak perempuan. Dalam banyak kasus, perempuan disunat saat masih kecil ketika belum bisa menentukan pilihan sendiri.

Padahal dilihat dari sudut pandang manapun, Ratna menilai sunat perempuan tidak memberikan manfaat apa-apa. Agama hanya mewajibkan sunat untuk laki-laki, sementara dari aspek medis sunat perempuan justru berisiko memicu infeksi pada organ reproduksi.

Adanya Permenkes Sunat Perempuan sebenarnya bertujuan untuk melindungi perempuan dari sunat ilegal yang membahayakan jiwa dan sistem reproduksinya. Namun menurut Ratna, peraturan itu justru melegalkan sunat perempuan dan dikhawatirkan makin melestarikan praktik-praktik semacam itu.

Melalui Dirjen Bina Kesehatan masyarakat, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pernah melarang medikalisasi sunat perempuan. Sementara dalam Permenkes tersebut, sunat Perempuan justru diatur sedemikian detail mulai dari prosedur dan teknik penyayatan hingga bagian yang boleh disayat.

"Kita ini satu-satunya lho, negara yang mengatur sunat perempuan sampai sedetail itu dengan prosedurnya dan segala macam," ungkap Ratna saat dihubungi detikHealth, Kamis (23/6/2011).

Beberapa poin yang diatur dalam Permenkes No 1636/2010 tentang Sunat Perempuan antara lain sebagai berikut:



  1. Sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan baik dokter, bidan atau perawat yang memiliki izin kerja. Sebisa mungkin, tenaga kesehatan yang dimaksud berjenis kelamin perempuan.
  2. Bagian yang dipotong tidak boleh sembarangan, bahkan sebenarnya tidak ada bagian dari alat kelamin perempuan yang boleh dipotong. Sunat yang diizinkan hanya berupa goresan kecil pada kulit bagian depan yang menutupi klitoris (frenulum klitoris).
  3. Sunat perempuan tidak boleh dilakukan dengan cara mengkaterisasi atau membakar klitoris (bagian mirip kacang yang paling sensitif terhadap rangsang seksual, dalam Bahasa Indonesia disebut juga klentit). Goresan juga tidak boleh melukai atau merusak klitoris, apalagi memotong seluruhnya.
  4. Bagian lain yang tidak boleh dirusak atau dilukai dalam sunat perempuan adalah bibir dalam (labia minora) maupun bibir luar (labia mayora) pada alat kelamin perempuan. Hymen atau selaput dara juga termasuk bagian yang tidak boleh dirusak dalam prosedur sunat perempuan.
  5. Sunat perempuan hanya boleh dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang bersangkutan dengan izin dari orangtua atau walinya. Petugas yang menyunat juga wajib menginformasikan kemungkinan terjadinya perdarahan, infeksi dan rasa nyeri.
 

(up/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar