
Tim Tenaga Kesehatan dari Pakistan
"Kita disana sekitar 2 minggu, pindah dari 1 rumah sakit ke rumah sakit lainnya dan juga gedung seminar," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kemenkes, dr. Rita Kusriastuti, M.Sc yang juga menjadi ketua tim bantuan tenaga kesehatan di Pakistan, di Terminal Haji Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (13/10/2011).
dr Rita menuturkan tenaga kesehatan yang dikirim bertugas di Lahore, Pakistan dibagi menjadi beberapa tim yaitu:
Tim 1 (4 orang) yang terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam dan perawat. Tim ini bertugas membantu dan melatih dokter-dokter yang ada disana dan juga membahas penanganan untuk kasus berat.
Tim 2 (4 orang) yang terdiri dari dokter anak dan perawat. Tim ini bertugas di rumah sakit anak dengan memberikan bimbingan bagaimana cara mengobati pasien.
Tim 3 (3 orang) yang terdiri dari epidemiologi dan entemologi yang bertugas mengajarkan bagaimana caa penyemprotan yang benar dan terarah.
Tim 4 (2 orang) yang terdiri dari bagian disaster manajemen yang bertugas membuat rencana-rencana.
Tim 5 (2 orang) yang terdiri dari bagian logistik untuk mengirim obat sebanyak 1 ton, alat- alat seperti mikroskop dan penyemprotan.
Serta 2 orang lagi termasuk dr Rita yang melakukan rapat koordinasi setiap pagi untuk mengetahui sektor apa yang harus dilakukan.
"Apapun pendapat dari Indonesia didengar dan besok paginya kita sudah bisa melihat perbaikan, sangat responsif," ujar dr Rita.
dr Rita menuturkan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Pakistan mulai meningkat tajam pada pertengahan Agustus, pasien sebanyak 2.000-3.000 berbondong-bondong ke rumah sakit sehingga terjadi kepanikan. Sampai hari ini jumlah pasien masih banyak tapi sudah menurun.
"Kalau ada orang yang demam dan trombositnya turun langsung dianggap DBD, ada yang meninggal akibat DBD, padahal semua infeksi virus menyebabkan trombosit menurun," ungkapnya.
RS penuh karena masyarakat kalau sakit langsung menuju RS besar sehingga tenaga kesehatan tidak cukup. Satu dokter harus merawat beberapa pasien sehingga pasien yang berat terlewati atau ada juga jelas-jelas DBD tidak diinfus, masih jalan-jalan sehingga bisa memperparah kondisi.
"Sampai kami kembali ada 175 kematian dengan kasus sekitar 2.000an yang masuk rumah sakit," ujar dr Rita.
dr Titis, SpPD dari RSCM yang ikut dalam tim ini menuturkan di Pakistan banyak dokter dan profesor, tapi disana kurang transfer ilmu sehingga ia dan tim berusaha membagi ilmu kepada petugas kesehatan disana dan berharap tongkat stafet pengetahuan ini terus berjalan.
Sementara itu dr Ari Prayitno yang tergabung dalam tim pediatri mengungkapkan ada 3 hal yang harus diperbaiki untuk mengurangi kasus fatal disana yaitu:
1. Terjadi overdiagnosis sehingga kalau ada orang yang trombositnya rendah langsung minta dirawat, padahal belum tentu akibat DBD
2. Tatalaksana cairan yang belum tepat, seperti tidak menghitung cairan yang masuk dan keluar
3. Sistem monitoring yang masih lemah, seperti tidak tahu apa yang harus dimonitoring dan bagaimana cara memonitoringnya.
"Kalau disini DBD kebanyakan menyerang anak-anak, tapi kalau disana kebanyakan terjadi pada orang dewasa," ungkapnya.
Berbagai tugas dilakukan tim kesehatan ini seperti menangani pasien langsung di rumah sakit, memberikan panduan penanganan demam berdarah dengue seperti men-translate panduan di Indonesia ke dalam bahasa inggris.
"Kami bangga karena sudah bisa membantu dan juga turut mengharumkan nama bangsa Indonesia," ujar dr Rita.
"Atas nama pemerintah saya mengucapkan terimakasih karena tugas dilaksanakan dengan baik serta sudah mengharumkan nama bangsa," ujar Prof Tjandra Yoga Aditama selaku Dirjan P2PL Kemenkes.
(ver/ir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar