Kamis, 13 Oktober 2011

Pasien Dengan Penyakit Serius Boleh Dibiarkan Meninggal

Your browser does not support iframes.




(Foto: thinkstock)
London, Menolong pasien memang tugas mulia dokter. Terkadang, segala upaya yang dilakukan dokter harus terbentur pada faktor-faktor lain yang menyebabkan pengobatan medis untuk menyelamatkan nyawa pasien menemui jalan buntu. Ketika saat itu terjadi, muncul wacana apakah pasien boleh dibiarkan meninggal dengan tenang di rumahnya.

Di Inggris, pasien dengan penyakit serius saat ini sedang didorong untuk memberikan informasi tambahan tentang kondisi mereka ketika berkonsultasi dengan dokter agar memudahkan penanganan pasien tersebut dalam keadaan darurat. Informasi tambahan tersebut mencakup apakah pasien ingin diupayakan agar tetap hidup atau ingin meninggal dengan tenang di rumah.

"Beberapa pasien dengan penyakit serius telah menambahkan informasi tentang keinginan terakhirnya. Kami membantu memastikan bahwa keinginan mereka dihormati. Informasi tentang keinginan pasien ini dapat dilihat oleh semua orang, termasuk sebagian dokter jaga dan paramedis yang terlibat dalam perawatannya," ujar Menteri Kesehatan Inggris, Simon Burns.

Dia juga menerangkan bahwa beberapa pasien telah menambahkan permintaan agar tidak diresusitasi dalam catatan medisnya. Pasien ini ingin keluarga dan orang-orang yang mencintainya tidak usah lagi bersusah payah mengusahakan hal-hal yang tidak perlu. Resusitasi adalah upaya untuk menyadarkan kembali pasien yang kehilangan kesadaran atau koma.

"Skema ini dapat memastikan semakin banyak keinginan pasien untuk meninggal dengan terhormat di rumah dapat dipenuhi," kata Simon Burns seperti dirilis DailyMail, Kamis (13/20/2011).

Jim Petter, Direktur Standar Profesional di College of Paramedis, mengatakan bahwa semua perbaikan skema akan diterima. "Pada saat ini pasien yang sangat sakit dapat memberikan perintah agar tidak diresusitasi. Perintah ini dapat bervariasi dari berupa tulisan tangan hingga dokumen hukum dari pengacara," ujarnya.

Paramedis seringkali dihadapkan dengan situasi yang sangat pelik dan harus memverifikasi dokumen sambil harus segera memulai pengobatan. Keputusan ini perlu dibuat dalam hitungan menit dan seringkali ada kerabat yang tidak setuju karena pendapat mereka sendiri.

"Ketika tidak ada bukti tertulis bahwa pasien tidak ingin diresusitasi, kami akan segera pergi memberikan perawatan kepadanya. Apa pun yang dapat distandarisasi dan memverifikasi keinginan terakhir seseorang patut dipuji," imbuh Petter. Namun Petter tetap khawatir tentang penerapannya dalam suatu sistem nasional yang kompleks.

Petugas medis perlu melihat bukti catatan diskusi antara pasien dengan dokternya mengenai keputusan pasien untuk tidak diresusitasi. Belum jelas juga bagaimana paramedis bisa mendapatkan akses ringkasan catatan perawatan karena tidak dapat dilihat dari komputer ambulans saat ini. Kemudian siapa yang akan bertanggung jawab mengelola catatan medis agar tetap akurat dan up to date? Pada situasi di mana ada dua pasien dengan nama yang sama di sebuah panti jompo, kesalahan dapat saja terjadi.




(ir/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar