
Ilustrasi (foto: Thinkstock)
White coat syndrome merupakan fenomena umum yang sering dialami pasien saat akan ditensi atau diukur tekanan darahnya. Karena hasil pemeriksaanya tidak akurat, kadang-kadang pasien dikira mengalami hipertensi meski sebenarnya hanya karena grogi.
"Biasanya umur 20-an tahun banyak yang mengalaminya. Kalau dilihat dari jenis kelaminnya, perempuan cederung lebih banyak. Saya tidak tahu persisnya berapa persen," ungkap Prof Dr Lukman Hakim, SpPD-KKV dari RS Cipto Mangunkusumo di sela-sela pemaparan hasil studi CRUCIAL di Restoran Kembang Goela, Rabu (12/10/2011).
Prof Lukman menduga, secara kejiwaan perempuan cenderung lebih sensitif perasaannya sehingga mudah terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal. Laki-laki mungkin lebih cuek, sehingga saat diperiksa oleh dokter atau perawat tidak terbebani oleh pikiran-pikiran negatif.
Baik pada perempuan maupun laki-laki, pikiran negatif itu umumnya datang bukan karena dokter atau perawatnya galak. Bagi pasien, hal yang lebih menakutkan lalu membuatnya grogi justru ketika khawatir membayangkan jangan-jangan hasil pemeriksaannya jelek.
Tidak banyak yang bisa dilakukan dokter ketika menghadapi pasien yang mengalami sindrom ini, paling-paling diajak bercanda dulu supaya rileks. Karena itu Prof Lukman mengatakan, pasien hipertensi sebaiknya punya alat sendiri agar bisa mengukur tekanan darah di rumah supaya lebih tenang.
Seperti diberitakan detikHealth sebelumnya, white coat syndrome agak mirip dengan hipertensi persisten atau hipertensi menetap yakni sama-sama tidak sembuh meski sudah diobati dengan sedikitnya 3 jenis obat. Bedanya, hipertensi persisten terjadi sepanjang hari sedangkan white coat syndrome hanya terjadi saat diperiksa.
(up/ir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar