Selasa, 18 Januari 2011

Otak Gay dan Heteroseks Berbeda Saat Cium Bau Keringat

Your browser does not support iframes.



(Foto: thinkstock)Jakarta, Penampilan laki-laki yang menyukai sesama jenis alias gay kadang terlihat sama seperti laki-laki heteroseks yang menyukai lawan jenis. Perbedaan keduanya hanya bisa diketahui dari aktivitas otak, terutama saat mencium bau keringat.

Penampilan saja tidak bisa menentukan orientasi seks seorang laki-laki. Jika dulu gay identik dengan kaus ketat, celana jins ketat, sandal dan juga tas bahu, kini tak semua gay memiliki ciri-ciri seperti itu. Beberapa di antaranya bahkan terlihat sama dengan laki-laki pada umumnya.

Seperti dikutip dari NYTimes, Selasa (18/1/2011) sangat sulit membedakan antara laki-laki gay dengan laki-laki heteroseks berdasarkan penampilan, karena laki-laki normal bisa saja berpenampilan seperti gay, begitu pun sebaliknya.

Banyak juga yang menyamakan antara gay dengan metroseksual yang mengarah pada hal-hal feminin seperti pergi ke salon atau memakai pakaian berwarna merah muda. Padahal gay tidak bisa disamakan dengan metroseksual, karena gay memiliki perbedaan pada orientasi seksualnya dan bukan sekedar pada selera berpenampilan.

Sebuah studi tahun 2005 menuturkan salah satu hal yang membedakan laki-laki gay dengan heteroseks adalah respons yang berbeda ketika mencium bau keringat laki-laki.

Ketika laki-laki homoseksual mencium bau keringat sesamanya, maka otak laki-laki homoseksual akan merespons bahan kimia dalam hormon testosteron sama seperti respons perempuan terhadap laki-laki.

Hasil temuan ini menunjukkan bahwa aktivitas otak dan orientasi seksual saling berhubungan. Senyawa dalam testosteron akan mengaktifkan hipotalamus pada laki-laki homoseks dan perempuan heteroseks, tapi tidak pada laki-laki heteroseks. Sebaliknya senyawa estrogen lah yang mengaktifkan hipotalamus pada laki-laki heteroseks.

"Ini menunjukkan respons fisiologis yang berbeda terhadap stimulus eksternal yang sama, respons ini terjadi di wilayah otak yang terlibat dalam perilaku reproduksi," ujar Ivanka Savic, ahli saraf dari Karolinska Institute, seperti dilansir nationalgeographic.com.

Satu hal yang perlu diingat adalah stereotip seringkali tidak mencerminkan realitas yang ada, seseorang yang muncul dengan stereotip gay mungkin saja tidak dan sebaliknya. Meskipun sulit menentukan apakah seseorang gay atau heteroseks, kadang insting bisa memberikan jawabannya.

(ver/up

Tidak ada komentar:

Posting Komentar