Senin, 31 Januari 2011

Jumlah Anak Cacingan di Jakarta Menurun

Your browser does not support iframes.



foto: ThinkstockJakarta, Infeksi cacing parasit di Jakarta belum bisa diberantas 100 persen. namun setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, penelitian yang dilakukan Departemen Parasitologi FKUI menunjukkan jumlah penderitanya makin berkurang.

Prof dr Saleha Sungkar, DAP&E, MS, ahli parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menyampaikan hal itu dalam jumpa pers Program Edukasi Bahaya Cacingan di Sekolah yang diselenggarakan oleh Combantrin di Restoran Black Canyon Coffee, Cipete, Jakarta Selatan, Senin (31/1/2011).

Menurutnya jika seluruh siswa Sekolah Dasar (SD) di Jakarta diperiksa antara tahun 2003-2005, jumlah siswa yang cacingan masih berkisar antara 50-60 persen. Penelitian yang dilakukan di SDN 06 Kalibaru Jakarta Utara sekitar 2 tahun lalu masih menunjukkan 60 persen siswanya cacingan.

Namun beberapa penelitian berskala kecil yang dilakukan FKUI dalam setahun terakhir menunjukkan bahwa angkanya saat ini sudah lebih sedikit. Salah satunya dilakukan tahun 2010 di SDN Paseban Jakarta Pusat, hasilnya hanya 19 dari ratusan siswa yang teridentifikasi positif cacingan.

Selain itu, penelitian serupa juga dilakukan pekan lalu di Pondok Pesantren Tapak Sunan, Condet Jakarta Timur. Dari 350 santri yang diperiksa, hanya 9 yang didiagnosis positif terinfeksi cacing parasit dan perlu diobati.

"Artinya dalam beberapa tahun terakhir terjadi penurunan jumlah anak yang menderita cacingan. Jika ingin memberantas cacingan, kuncinya adalah kebersihan lingkungan dan semua orang harus punya septic tank," ungkap Prof Saleha.

Prof Saleha mengatakan, cacingan merupakan penyakit yang diperantarai oleh tanah atau soil transmitted helminth. Jika tinja ditampung dalam septic tank, maka telur cacing tidak akan terlibat kontak dengan tanah sehingga tidak akan menulari.

Masalahnya beberapa pemukiman di Jakarta masih mengalirkan WC-nya ke got, sementara saat udara panas air di got diambil untuk menyiram jalan. Setelah kering, telur yang telah menyentuh tanah akan terbang ke udara dan hinggap di makanan.

Kebiasaan buruk lainnya adalah menyiram kebun sayuran dengan air kali. Padalah sebagian kali di Jakarta dimanfaatkan juga untuk buang air besar, sehingga telur-telur cacing dari tinja bisa terbawa air lalu menempel di sayuran dan menulari orang-orang yang menyantapnya mentah-mentah sebagai lalapan.

(up/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar