Kamis, 31 Mei 2012

Pipis Astronot Dijadikan Panduan untuk Deteksi Osteoporosis

Browser anda tidak mendukung iFrame



ilustrasi (foto: Thinkstock)
Jakarta, Ketika astronot menjelajah ke ruang angkasa, tulangnya melemah karena menurunnya gaya gavitasi. Untuk mengetahui kondisi kesehatan tulang para astronot, NASA mengembangkan sebuah tes yang menganalisis urin untuk menemukan adanya pengeroposan tulang atau osteoporosis sejak tahap awal.

Teknik ini dikembangkan oleh para ilmuwan di Arizona State University bekerjasama dengan NASA. Caranya adalah dengan melacak kandungan kalsium tulang dalam urin. Tes ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi konsentrasi isotop kalsium yang berbeda dalam urin. Rasio ini menunjukkan perubahan selama terjadinya proses degradasi tulang.

"NASA melakukan penelitian ini karena astronot bekerja di tempat tanpa gravitasi dan menderita pengeroposan tulang. Itu adalah salah satu masalah utama di luar angkasa dan kita perlu menemukan cara yang handal untuk memantau dan mengatasinya," kata ahli gizi NASA, Scott Smith seperti dilansir BBC, Rabu (30/5/2012).

Untuk mengecek kehandalannya, para peneliti meminta 12 orang relawan sehat untuk beristirahat atau bed rest selama 30 hari. Proses ini akan memicu pengeroposan tulang.

Hasilnya, tes urin ini dapat mengidentifikasi tahap awal osteoporosis dalam waktu seminggu setelah mulai terjadinya pengeroposan. Diagnosis ini jauh lebih cepat dibandingkan pemeriksaan konvensional menggunakan dual-energi X-ray absorptiometry (DXA). Saat ini, osteoporosis sulit dideteksi selama bertahun-tahun dan baru diketahui setelah pengeroposan yang terjadi menyebabkan patah tulang.

Meskipun penemuan yang diterbitkan dalam jurnal PNAS ini cukup menggembirakan bagi para astronot dan penderita osteoporosis, para peneliti masih belum puas. Mereka ingin mengembangkan tes ini agar dapat digunakan untuk menganalisis perubahan struktur tulang, tidak hanya mengukur penurunan massa tulang.

Jika berhasil, maka tes ini akan dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit lain yang berhubungan dengan perubahan struktur tulang, misalnya kanker.

"Langkah berikutnya adalah untuk melihat apakah tes ini juga akan berfungsi pada pasien yang mengidap penyakit perubahan tulang sehingga akan membuka pintu untuk aplikasi klinis lainnya," kata peneliti, Prof Ariel Anbar.




(pah/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar