Senin, 28 Februari 2011

Pendidikan Tinggi Kurangi Risiko Serangan Jantung

Your browser does not support iframes.



foto: ThinkstockProvidence, Rodhe Island, Jika ingin punya umur panjang, jangan ragu-ragu untuk melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang master atau doktoral. Pendidikan yang tinggi bisa menurunkan tekanan darah rata-rata, sehingga tidak mudah terkena stroke dan serangan jantung.

Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu faktor risiko stroke dan serangan jantung. Menurut Blood Pressure Association, penderita hipertensi punya risiko 2 kali lipat lebih besar untuk mati muda akibat kegagalan fungsi jantung dan pembuluh darah.

Selain dipengaruhi diet dan gaya hidup, risiko hipertensi juga berhubungan dengan jenjang pendidikan seseorang. Sebuah penelitian terbaru membuktikan bahwa lulusan S1, S2 maupun S3 punya risiko lebih rendah dibanding jebolan SMA untuk mengalami hipertensi.

Penelitian yang dilakukan para ahli dari Brown University di Rodhe Island ini melibatkan 4.000 pria dan wanita dengan berbagai latar belakang akademis. Jejang pendidikan dan kehidupan sehari-hari para relawan diamati secara berkelanjutan selama 30 tahun.

Hasil pengamatan menunjukkan, lulusan perguruan tinggi memiliki tekanan darah rata-rata 2,26 mmHg lebih rendah dibandingkan relawan yang tidak tamat SMA. Meski terjadi juga pada relawan pria, perbedaan ini teramati lebih mencolok pada relawan wanita.

Para peneliti menduga, tekanan darah yang lebih rendah pada lulusan perguruan tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya, para sarjana punya kesempatan mendapat pekerjaan enak dengan tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan yang tidak tamat SMA.

Jenjang pendidikan yang tinggi juga menghindarkan para sarjana dari risiko stres akibat pernikahan dini. Menurut penelitian tersebut, jebolan SMA terutama wanita cenderung menikah dan mempunyai anak pada usia yang lebih muda dibandingkan para sarjana.

"Wanita dengan pendidikan rendah lebih berisiko mengalami depresi, bercerai dan menjadi orangtua tunggal kemudian hidup di bawah garis kemiskinan," ungkap salah satu peneliti, Dr Eric Loucks seperti dikutip dari Dailymail, Selasa (1/3/2011).
(up/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar