Rabu, 24 November 2010

Tenaga Kesehatan Sering Diskriminatif ke Orang HIV AIDS

Your browser does not support iframes.



(Foto: thinkstock)Jakarta, Stigma negatif tak hanya dialami orang dengan HIV/AIDS (ODHA) saat berada di lingkungan kerja dan pergaulan saja. Menurut penelitian, stigma negatif terhadap ODHA justru paling banyak diberikan oleh petugas di tempat-tempat layanan kesehatan.

Bisa dipahami jika penularan HIV/AIDS begitu ditakuti, sebab hingga kini memang belum ada obatnya. Namun ketakutan yang berlebihan ditambah kurangnya pengetahuan sering memunculkan stigma negatif, misalnya mengaitkan penyakit ini dengan moral dan mengucilkan penderitanya.

Masih segar dalam ingatan, Menkominfo Tifatul Sembiring pernah menuai kritik atas jokenya yang mengandung stigma negatif tentang AIDS pada Rabu (29/9/2010). Ketika itu ia mengutip pernyataan mantan Menkes Prof Sujudi bahwa AIDS adalah singkatan dari 'Akibat Itunya Dipakai Sembarangan'.

Kenyataannya HIV/AIDS tidak selalu ditularkan lewat hubungan seks yang tidak aman. Bahkan dr Aritha Herawati dari Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta saat dihubungi detikHealth, Kamis (30/9/2010), mengatakan risiko penularan HIV paling tinggi adalah lewat jarum suntik.

Fakta lain yang sering tidak dipahami adalah bahwa HIV dan AIDS adalah 2 hal yang berbeda. HIV bisa menjangkiti seseorang tanpa menyebabkan AIDS sehingga tetap bisa hidup normal, bahkan yang mengejutkan adalah 9 dari 10 pengidap HIV positif tidak menyadari bahwa dirinya telah terjangkit.

Pandangan-pandangan keliru tentang HIV/AIDS dan ODHA bukan saja dimonopoli oleh orang awam, melainkan juga tenaga kesehatan terutama yang belum paham betul soal HIV dan penularannya. Dalam survei yang dilakukan tahun 2006, kelompok ini justru paling banyak memberikan stigma negatif terhadap ODHA.

"Dasarnya adalah ketakutan, sebab waktu itu sebagian besar tenaga kesehatan belum dilatih," ungkap Sekretaris Komisi Penganggulangan AIDS Nasional, Nafsiah Mboi dalam diskusi publik bertema "HIV Positif, Tetap Produktif! Ketahui Status Anda, Lebih Cepat Lebih Baik!" di MU Cafe Sarinah, Jakarta, Selasa (23/11/2010).

Ketakutan itu menurut Nafsiah cukup beralasan sebab tenaga kesehatan sering bekerja dengan jarum suntik sehingga punya risiko tinggi untuk tertular. Namun pada tenaga kesehatan yang sudah diberi pemahaman tentang HIV/AIDS, ketakutan yang berlebihan semacam itu tidak terjadi.

Rully Winata, seorang laki-laki sehat pernah merasakan sendiri perlakuan diskriminatif dan stigma negatif dari beberapa perawat di sebuah rumah sakit. Ia mengalami hal itu ketika istrinya, Putri Cherry yang merupakan pengidap HIV positif tengah mengandung anak pertama.

"Sejak trimester pertama istri saya disarankan untuk ikut program terapi ARV (antiretrovirus). Tidak semua, tapi beberapa perawat tampak agak-agak ketakutan ketika harus melayani kami," ungkap Rully yang sudah 3 tahun berumah tangga dengan ODHA namun tidak tertular.

Mendapat perlakuan diskriminatif seperti itu, Rully dan Putri tidak lantas rendah hati tetapi berusaha untuk memahami ketakutan para perawat. "Kami tidak ingin drop dengan pikiran-pikiran negatif, kami anggap ini semua demi kebaikan mereka juga agar tidak tertular," katanya dengan tegar.





(up/ir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar