Kamis, 01 Desember 2011

'Jauhi Penyakitnya Bukan Orangnya' Bergema di Hari AIDS

Your browser does not support iframes.




(Foto: Thinkstock)
Jakarta, 'Jauhi Penyakitnya Bukan Orangnya' Bergema Dihari AIDS

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) kerap mendapatkan diskriminasi dari masyarakat atau lingkungan tertentu. Di Hari AIDS sedunia tahun ini bergema semboyan 'Jauhi penyakitnya bukan orangnya' untuk mendukung penderita AIDS bahwa mereka tidak sendiri.

Diskriminasi terhadap ODHA masih saja ditemui, meski beberapa orang sudah mengetahui bahwa sekedar jabat tangan, mengobrol atau berpelukan tidak bisa menularkan virus HIV. Kondisi ini membuat beberapa orang berkampanye 'Jauhi penyakitnya bukan orangnya' di Hari AIDS Sedunia.

"Spread the love people, NOT the disease. Each one of us is affected in one way or another, so reduce the stigma and play safe #WorldAIDSDay" seperti dikutip dari akun twitter @KenyaRedCross, Kamis (1/12/2011).

"There are no reason to stigmatize people living with AIDS, they are still people like us. #WorldAIDSDay" dikutip dari akun twitter @IBUFoundation. Serta "If you can't support. At least don't discriminate. #WorldAIDSday" dari akun twitter @TimMarbun.

Diskriminasi yang dilakukan terhadap orang-orang dengan HIV/AIDS akan membuatnya semakin menutup diri, sehingga mempersulit dalam mendata jumlah pasti penderita HIV/AIDS.

Stigma negatif mengenai HIV/AIDS sebaiknya mulai disingkirkan, karena mengucilkan orang dengan HIV/AIDS atau melabelinya dengan stigma negatif bukanlah perbuatan yang manusiawi.

HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel imun manusia serta menghancurkan fungsinya, sehingga orang yang terinfeksi akan mengalami penurunan kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS merupakan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan penurunan sistem kekebalan tubuh tersebut.

Dalam upaya pengendalian HIV AIDS tetap harus menghormati harkat, martabat, norma dan agama, serta memperhatikan keadilan, kesejahteraan dan juga jenis kelamin. Hal lain yang juga penting adalah harus melindungi ODHA (orang dengan HIV AIDS) agar tidak dihakimi masyarakat.

Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menjauhi HIV/AIDS seperti:
1. Menghindari perilaku seks bebas dan berisiko seperti tidak menggunakan kondom
2. Tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian dengan orang lain
3. Tidak berganti-ganti pasangan atau berperilaku setia

Ayo... 'Jauhi penyakitnya bukan o
(ver/ir

Immi si Kecil yang Jadi Korban Kejamnya Diskriminasi HIV

Your browser does not support iframes.




(Foto: thinkstock)
Jakarta, Zipporah Imogen Divine atau yang akrab disapa Immi, tiba-tiba ditolak masuk SD Don Bosco Kelapa Gading yang baru saja menerimanya dengan alasan anak dari seorang HIV positif. Virus HIV tak ada di tubuh Immi, tapi si kecil ini tetap menjadi korban kejamnya diskriminasi HIV.

Immi adalah putri dari Fajar Jasmin Sugandhi, seorang penulis yang terinfeksi HIV positif. Immi tidak terinfeksi HIV seperti ayahnya, namun dengan alasan anak seorang HIV, Immi ditolak masuk sekolah.

"Anak saya, yang sudah diterima, barusan dibatalkan penerimaannya di SD Don Bosco Kelapa Gading, melalui SMS, karena saya positif HIV. Dan Tuhanku, sumpah, anak saya nggak salah apa-apa," tulis Fajar lewat akun twitternya @fajarjasmin, Kamis (1/12/2011).

Leonnie F Merinsca, ibunda Immi, menjelaskan melalui akun twitternya bahwa saat pertama kali diberitahu bahwa ayah Immi, Fajar adalah HIV positif, pihak sekolah dan yayasan menjamin Immi akan diperlakukan setara. Namun tiba-tiba seorang dari pihak yayasan meminta Immi untuk submit hasil tes HIV.

"Saya tanya apa relevansinya kalau sekolah sudah prinsip nondeskriminasi. kalau hasilnya positif bagaimana? Si dokter yang anggota yayasan menjawab tergantung kepala sekolah," tulis Leonnie lewat akun @LeonnieFM.

Kepala sekolah awalnya bingung mengapa kesehatan sang ayah yang HIV positif dikaitkan dengan status penerimaan Immi, tapi ia tidak bisa berbuat banyak karena 'tangannya' terikat oleh yayasan.

Pihak keluarga memutuskan untuk tidak submit hal tes Immi dan mempertanyakan kembali prinsip kesetaraan yang sejak awal disampaikan oleh pihak sekolah.

"Jadi saya tegaskan ke si dokter bahwa atas dasar prinsip itu & hak pribadi Immi saya tidak akan submit hasil test. Si dokter rep-nya Yayasan bilang dengan demikian Immi nggak bisa sekolah di DB, demikian juga kalau jika hasil test Immi terbukti positif. Saya melongo setengah detik & nanya, "bu, ibu sadar nggak barusan Ibu melakukan diskriminasi terhadap anak saya?" Dia nanya, "diskriminasi gimana ya?" Menurut si Ibu dokter itu, diskriminasi adalah kalau Immi langsung ditolak masuk DB kalau di awal sebelum pendaftaran kondisi @fajarjasmin sudah diketahui," tulis Leonnie.

Menurut Leonnie, si kecil Immi masih berpikir bahwa ia akan bersekolah di SD Don Bosco Kelapa Gading tahun depan. Penolakan ini jelas akan menghancurkan hatinya, si kecil yang tak tahu apa-apa.

"Immi still thinks she's going to study at DB next year... It'll break our hearts to later see her eyes & hear her asking, "why"," tulis Leonnie.

Saat dihubungi, Leonnie mengatakan bahwa ia dan suaminya saat ini belum siap untuk menjelaskan secara langsung, walaupun via telepon sekalipun.

"Saat ini saya dan suaminya saya belum siap, walaupun lewat telepon. Nanti kalau kita sudah siap akan kita kabari lewat twitter, biarkan teman-teman yang ingin tahu bisa kontak balik," ujar Leonnie saat dihubungi detikHealth.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) menular melalui darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain. Jadi penularan melalui ciuman tidak terjadi.

Cara penularan HIV-AIDS adalah:
  1. Hubungan seks, terutama melalui anus (anal)
  2. Penggunaan bersama jarum suntik yang terkontaminasi oleh pemakai narkoba atau perawatan kesehatan
  3. Transfusi darah yang terkontaminasi virus HIV
  4. Terjadinya luka akibat pemakaian benda yang bersamaan seperti silet, pisau cukur
  5. Antara ibu dan bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui

Penularan HIV dari ibu hamil ke anak bisa terjadi karena infeksi melewati plasenta, saat proses persalinan atau menyusui. Sumber infeksi ini bisa dari darah ibu, plasenta, cairan amnion dan ASI.

(mer/ir

Hari Gini Masih Ada Rumah Sakit Menolak Pasien HIV?

Your browser does not support iframes.




(Foto: Thinkstock)
Jakarta, Diskriminasi terhadap pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) tak hanya terjadi di masyarakat, tetapi juga di rumah sakit. Beberapa rumah sakit di Jakarta masih menolak pasien HIV, padahal sejarah mencatat belum pernah sekalipun ada petugas kesehatan tertular HIV dari pasiennya.

"Di Jakarta masih ada rumah sakit yang diskriminatif seperti itu, tapi tentunya sudah tidak sebanyak 10-15 tahun lalu," kata Prof Dr Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM, pakar HIV dari RS Kramat 128 dalam jumpa pers Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) di Restoran Munik Matraman, Kamis (1/12/2011).

Selain tidak mau menerima pasien HIV, bentuk perilaku diskriminatif lainnya di rumah sakit adalah menolak operasi atau memberikan tindakan medis dan merujuknya ke rumah sakit lain. Biasanya dokter atau tenaga medis yang melakukannya takut tertular bila terjadi kecelakaan misalnya tergores atau tertusuk jarum.

Padahal menurut Prof Zubairi, sepanjang sejarah belum pernah ada kasus petugas medis di Indonesia yang tertulart HIV dari pasiennya. Petugas tertusuk jarum bekas pasien HIV sudah terjadi ratusan kali, namun belum pernah ada satupun yang kemudian positif tertular.

"Di Indonesia belum pernah, tapi kalau di Amerika memang beberapa kali terjadi. Dari sekitar 1,5 juta kasus ada beberapa puluh yang kemudian memang tertular. Artinya risikonya sangat kecil, hanya sekitar 0,2 persen," kata Prof Zubairi.

Mengenai penandaan pasien HIV di rumah sakit dengan kode-kode tertentu misalnya 'B20', Prof Zubairi mengaku tidak tahu. Mungkin ada beberapa dokter yang melakukannya, namun menurutnya hal itu sah-sah saja asal hanya sekedar memberikan kode tanpa mengurangi hak-hak pasien untuk mendapat pelayanan yang sama.

Penggunaan jarum suntik secara bergantian merupakan jalur penularan HIV yang paling sering pada pengguna narkoba suntik atau injected drug user (IDU). Jalur penularan HIV lainnya yang juga sering terjadi adalah melalui hubungan seks yang tidak aman, serta melalui plasenta dan air susu ibu dari ibu ke anaknya.

(up/ir

Ini Dia SMS Pemecatan Immi dari Sekolah Karena Ayah Kena HIV

Your browser does not support iframes.




(Foto: Thinkstock)
Jakarta, Orangtua Immi seperti mendapat 'surat cinta' di Hari AIDS Sedunia ini. Anaknya harus keluar dari sekolah karena sang ayah kena HIV. Berikut SMS pemecatan Immi dari SD Don Bosco Kelapa Gading

Yth Bpk/Ibu orangtua Zipporah Imogen Divine. Setelah rapat dengan Team dan Koord Penerimaan Siswa Baru yayasan kami dengan berat hati memutuskan bahwa kami membatalkan keputusan menerima Imi sebagai calon siswa SDDon Bosco 1 Kelapa Gading. Hal ini disebabkan beebrapa calon orangtua siswa lain menolak keberadaan Imi. Mohon maaf dan pengertiannya. Hartanto SD DB 1.

Sampai saat ini pihak sekolah SD Don Bosco Kelapa Gading sendiri belum mau mengomentari masalah tersebut. Sementara itu Yayasan Panca Dharma yang menaungi sekolah ini belum bisa dihubungi.

"Jam operasional sekolah sudah tutup jadi pimpinan sudah di luar sekolah," ujar Pak Yadi, staf kesiswaan dari Don Bosco Kelapa Gading saat dihubungi detikHealth, Kamis (1/12/2011).

Lebih lanjut Pak Yadi menuturkan bahwa dirinya tidak tahu mengenai kasus adanya anak yang ditolak masuk SD Don Bosco karena ayahnya diketahui positif HIV. Ia menuturkan tidak tahu siapa yang ditolak dan siapa yang menolak.

"Saya tidak tahu, besok pagi saja hubungi lagi. Pak Hartanto yang berwenang," ungkapnya.

Kasus ini bermula dari seorang anak bernama Zipporah Imogen Divine yang dibatalkan penerimaannya di SD Don Bosco Kelapa Gading karena ayahnya Fajar Jasmin Sugandhi diketahui terkena HIV positif.

Sebelumnya Immi panggilan akrab dari Zipporah Imogen Divine sudah diterima di sekolah tersebut, tapi kemudian penerimaannya dibatalkan melalui sms karena ayahnya positif HIV.

Zipporah Imogen Divine adalah putri dari Fajar Jasmin Sugandhi, seorang penulis yang terinfeksi HIV positif. Immi, panggilan akrabnya, tidak terinfeksi HIV seperti ayahnya, namun ia tetap menerima diskriminasi karena menjadi anak seorang HIV.

Ibunda Immi, Leonnie F Merinsca, menjelaskan melalui akun twitternya, kepala sekolah pun heran mengapa kesehatan Fajar yang positif HIV dikaitkan dengan penerimaan Immi di bangku sekolah yang jelas-jelas tidak membawa virus HIV ditubuhnya.
(ver/ir

Pengguna Narkoba Lebih Tahu Tentang AIDS Ketimbang Narapidana

Your browser does not support iframes.




(Foto: Thinkstock)
Jakarta, Pengetahuan tentang HIV/AIDS penting diketahui oleh kelompok yang berisiko. Berdasar survei diketahui pengetahuan seputar HIV/AIDS paling tinggi diketahui oleh pengguna napza suntik dan terendah pada narapidana.

Berdasarkan survei terpadu biologis dan perilaku (STBP) 2011 yang dilakukan oleh Kemenkes diketahui bahwa pengetahuan komprehensif mengenai HIV/AIDS tertinggi ditemui pada kelompok penasun (pengguna napza suntik) yaitu sebesar 44 persen dan terendah pada narapidana yaitu sebesar 12 persen.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pengetahuan komprehensif ini adalah kegiatan penjangkauan, kunjungan ke layanan IMS, tingkat pendidikan, penyuluhan, pendidikan teman sebaya, akses pada media cetak dan audio, diskusi atau pertemuan serta penyuluhan mengenai HIV/AIDS.

Hasil survei menunjukkan pengetahuan mengenai HIV/AIDS yang komprehensif pada penasun (43 persen), waria (32 persen), LSL atau lelaki seks lelaki (26 persen), remaja (19 persen), pria berisiko tinggi (16 persen) dan narapidana (12 persen).

Dalam survei ini responden diberikan pertanyaan mengenai apakah ODHA bisa diketahui hanya dengan melihat, penggunaan kondom, pengaruh kesetiaan, apakah gigitan nyamuk bisa menyebarkan HIV/AIDS serta apakah penggunaan alat makan bisa menularkan virus.

"Pengetahuan kelompok masyarakat belum terlalu baik, karena itu kita lauch 'Aku Bangga Aku Tahu' untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang AIDS dari waktu ke waktu," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes, Prof dr Tjandra yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE disela-sela acara launching hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku 2011 di Gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis (1/12/2011).

Salah satu hal yang berkontribusi pad apeningkatan epidemi adalah rendahnya pengetahuan tentang HIV/AIDS, kesadaran penggunaan kondom serta belum optimalnya program pengurangan dampak buruk napza.

Untuk itu diperlukan adanya peningkatan upaya dalam hal meningkatkan pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS, penggunaan kondom serta program pengurangan dampak buruk.

Prof Tjandra menuturkan survei ini dilakukan ddi 22 kabupaten/kota di 11 propinsi yaitu Kota Meda, Deli Serdang, Batam, Bandar Lampung, Lampung Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Utaram Jakarta Barat, Bandung, Bekasi, Semarang, Batang, Surabaya, Malang, anyuwangi, Denpasar, Kupang, Ambon, Jayapura dan Wamena.

"Temuan penting dari STBP 2011 ini menunjukkan masih tingginya prevalensi HIV pada kelompok risiko tinggi tertular HIV," ujar Prof Tjandra.


(ver/ir

Pengobatan Baru untuk Eksim Karena Jamur Ditemukan

Your browser does not support iframes.




(Foto: thinkstock)
Stockholm, Swedia, Eksim atopik adalah peradangan ringan sampai parah di kulit yang ditandai dengan kulit kering, kulit gatal dan bersisik yang biasanya dimulai pada anak usia dini. Meskipun bisa hilang sendiri tapi banyak yang menderitanya sampai seumur hidup. Kini pengobatan baru telah ditemukan.

Para ilmuwan di Swedia telah menemukan peptida tertentu untuk membunuh jamur Malassezia sympodialis yang dapat memicu gangguan kulit seperti eksim atopik, eksim seboroik dan ketombe, tanpa mengganggu sel-sel kulit yang sehat.

Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas mekanisme yang mendasari. Para peneliti berharap penemuan ini akan mengarah pada pengobatan baru untuk kondisi gangguan pada kulit.

Penelitian tersebut dilakukan oleh Tina Holm dan rekannya dari Stockholm University dan Karolinska Institute, dan telah dipublikasikan secara online dalam Journal Letters in Applied Microbiology edisi 21 November 2011.

"Banyak hal yang masih harus diteliti sebelum peptida dapat digunakan pada manusia. Namun, kombinasi menarik dari obat ini dapat menjadi racun bagi jamur pada konsentrasi rendah. Sehingga membuat obat ini sangat menjanjikan sebagai agen antijamur. Kami berharap bahwa peptida di masa depan dapat digunakan untuk meringankan gejala pasien yang menderita eksim atopik dan secara signifikan meningkatkan kualitas hidup mereka," kata Holm seperti dilansir dari MedicalNewsToday, Kamis (1/12/2011).

Holm dan koleganya meneliti kemampuan yang berbeda dari 21 peptida antimikroba dan sel penetrasi peptida untuk menghambat pertumbuhan M sympodialis. Peptida adalah seperti mini protein, peptida dapat dibuat dari blok bangunan yang sama, tetapi jauh lebih pendek.

Peptida antimikroba (AMP) adalah antibiotik alami yang membunuh berbagai jenis mikroorganisme, termasuk jamur, bakteri, jamur dan virus tertentu. Sel penetrasi peptida (CPP) sering diselidiki oleh perusahaan obat dalam rangka mencari cara baru untuk memberikan obat karena CPP dapat menyeberangi membran sel, meskipun mekanismenya tidak jelas.

Para peneliti menambahkan peptida dengan koloni terpisah dari M sympodialis di piring petri untuk menilai aktivitas antijamurnya. Para peneliti juga mengamati reaksi peptida pada sel-sel kulit manusia atau keratinosit untuk menilai setiap potensi kerusakan. Para peneliti menemukan bahwa, 6 dari 21 peptida berhasil membunuh jamur tanpa merusak membran dari keratinosit. Enam peptida tersebut terdiri dari 5 CPP dan 1 AMP.

Para peneliti menyimpulkan bahwa penelitian tersebut adalah pertama kalinya yang mengidentifikasi peptida sebagai agen antijamur terhadap M sympodialis. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat menjelaskan mekanisme tersebut.


(mer/ir

Dokter Terkenal di London Simpan Gambar Porno Pasien & Perawat

Your browser does not support iframes.




Dr Peter Tlusty (dok. dailymail)
London, Seorang ahli bedah terkenal di London menyimpan koleksi besar pornografi di ruang kerjanya, termasuk gambar yang ia ciptakan dengan menyisipkan foto wajah pasien dan perawat pada gambar porno. Setidaknya ada 16 laci penuh majalah dan ratusan gambar porno di kantornya.

Dr Peter Tlusty (57 tahun) merupakan dokter bedah terkenal yang bekerja di sebuah praktik eksklusif di Belgravia di pusat kota London. Ia merupakan spesialis dalam prosedur estetika seperti Botox dan collagen filler (suntik kolagen) untuk pasien-pasien swasta.

Ketika perilaku rahasianya menimbulkan kecurigaan, rekan kerjanya menggeledah kantor dan ruang kerjanya dan menemukan banyak koleksi pornografi, termasuk 16 lemari arsip penuh dengan majalah cabul dan folder dengan ratusan gambar pasien, perawat serta staf bedah yang sudah dimanipulasi menjadi gambar porno.

Sang dokter juga menyusun buku harian dengan tabel rating penampilan pasien dan staf yang ia manipulasi sendiri.

Dr Tlusty dituduh bersalah oleh General Medical Council (GMC). Sidang GMC menemukan Dr Tlusty yang bekerja di Exclusive Belgravia Surgery dekat Buckingham Palace, telah memanipulasi satu gambar untuk membuatnya tampak seolah-olah resepsionis bedah, perawat dan seorang pasien laki-laki tengah berhubungan seks. Komentar tidak senonoh juga telah tertulis pada gambar tersebut.

Sebenarnya, dokter yang tinggal di rumah seharga 1,5 juta poundsterling (sekitar Rp 21,4 miliar) dekat Wandsworth Common di London bersama istri dan 3 anak perempuannya itu, telah diperingkatkan pada tahun 2006 ketika ia menggunakan pornografi setelah mengunjungi sebuah website yang akhirnya menginfeksi sistem komputer bedah dengan virus.

Salah seorang rekan kerjanya, Dr David Parry, telah memperingatkannya melalui email tentang virus dan bermaksud untuk meminta Westminster Primary Care Trust’s IT untuk melacak sumbernya.

"Dr Tlusty membawa saya ke satu sisi ruangan dan berkata dia tidak ingin saya melakukan ini karena ia merasa pelakunya mungkin dia, karena dia punya kebiasaan melihat situs pornografi. Saya menyarankan dia melakukan hal itu (melihat situs porno) pada waktu sendiri dan menggunakan perangkat sendiri," jelas Dr Parry ketika memberikan bukti dan kesaksian di persidangan, seperti dilansir Dailymail, Kamis (1/12/2011).

Dr Parry percaya Dr Tlusty berhenti menonton pornografi di tempat kerja, tetapi pada tahun 2008 ia curiga ada yang aneh dengan dokter cabul tersebut. Dr Parry dan manajer tempat praktik Margaret Burton memutuskan untuk menggeledah ruang konsultasi si dokter bedah yang terkunci.

Dr Parry menemukan tumpukan dokumen pornografi. Hanya ditemukan bahan klinis yang sangat sedikit di dalam ruang kerja dokter bedah tersebut. Ia menemukan laci penuh ratusan gambar manipulasi pasien dan staf.

"Itu mengejutkan saya. Gambar-gambar itu porno. Gambar-gambar itu tampak bagus tapi jelas dimanipulasi. Laci itu penuh dengan folder yang sepertinya berisi cut-out dan gambar berseri," jelas Dr Parry.

Petugas kepolisian yang dipanggil kemudian menemukan koleksi pornografi yang jauh lebih banyak lagi, yang termasuk 16 lemari arsip penuh bahan pornografi dengan 39 file berisi gambar sinar-X, 132 majalah dewasa, CD foto eksplisit dan berbagai kliping majalah.

Petugas juga menemukan diamorfin (yang dikenal sebagai heroin) dan obat penenang kuat lainnya. Dr Parry mengatakan dalam sesi dengar pendapat, bahwa kebijakan operasi tidak memperbolehkan menyimpan obat-obatan tersebut.

Sidang GMC saat ini masih berjalan, namun Dr Tlusty masih menyangkal segala tuduhan pelanggaran. Sanksi terberat, sang dokter terkenal bisa dikeluarkan jika memang terbukti bersalah dan melanggar etika.

(mer/ir